TOUR MAJOJA - Dua Sisi Jakarta

Jadi gue sudah cerita dipostingan sebelumnya, kalau gue mau cerita tentang study tour. Tapi, gue mau cerita dalam tiga bagian. Tiga bagian itu gue jabarkan dari tiga kota yang gue kunjungi, yaitu Malang, Jogja, dan Jakarta. Maka dari itu, judul seri tour ini gue namakan TOUR MAJOJA (Malang - Jogja - Jakarta). Yah, walaupun urutan kota tidak sesuai pada nama diatas. Dengan berakhirnya penjelasan gue ini, maka cerita akan dimulai.


HARI 1

Tanggal 17 desember pagi, gue bangun pagi untuk mandi. Gue sarapan pisang goreng, lalu menunggu teman yang katanya mau jemput. Jadi, beberapa hari sebelumnya gue sudah sepakat sama teman sekelas untuk pergi bareng. Yang mau jemput kita adalah Sahir. Gue sama Suci, teman gue juga, adalah orang yang akan dijemput. Dari jadwal acara dan pemberitahuan di grup WA, seharusnya kami sudah di bandara pada jam 8. Yang terjadi, sudah pukul 7:45 Sahir belum datang dan tanpa kabar.

Gue da Suci panik. Kami saling chat menenangkan satu sama lain. Beberapa menit berlalu, di grup WA, guru gue memberi kabar bahwa yang belum ada di bandara tinggal gue, Suci dan Sahir. Gue tambah panik, Mama langsung nawarin gue untuk mesan taxi. Gue melihat jam, lalu mengiyakan.

Di jalan, gue konfirmasi ke Suci kalau gue sudah jalan duluan. Karena tahu gue naik taxi dan jarak dari rumah gue ke bandara searah sama rumah dia, Suci akhirnya minta nebeng. Gue bilang didekat telinga pak sopir secara pelan,"Pak bisa jemput teman saya?"

Pak sopir melihat gue lewat cermin,"Dimana dek?"

Gue menanyakan jalan rumah Suci, lalu menyebutkan kepada pak sopir.

Pada saat mencari-cari rumah Suci dimana, dari arah kanan jalan terdengar seseorang memanggil nama gue dengan keras. Gue balik belakang, lalu tahu bahwa itu suara Suci. Gue bilang ke pak sopir untuk mutar balik. Suci membuka pintu, lalu masuk. Koper yang ia bawa dimasukkan kebagasi mobil oleh kakaknya. Gue yang terlalu buru-buru sampai lupa, dan memasukkan koper gue ke dalam mobil.

Diperjalan kami cerita tentang paniknya menunggu Sahir. Gue liat jam sudah pukul 8 lewat. Pak sopir nanya ini buru-buru atau tidak. Gue menjawab untuk tetap pelan-pelan. Suci langsung merespon,"Aduh, kita terlambat ini Rahul."

Pak sopir melirik gue dan Suci.

Singkatnya, kami sampai dibandar pukul 8:20 berkat sopir itu lumayan ngebut. Diperjalanan Suci sibuk bikin Instastory, gue sibuk rekam-rekam perjalanan lewat kamera gue.

Tiba dibandara, kami turun dan mengeluarkan koper masing-masing. Mata gue liar mencari keberadaan rombongan tur ini. Gue tidak mau seperti Kevin di Home Alone yang harus ditinggalkan. Gue tidak hapal dengan peserta tur ini karena kebanyakan berasal dari kelas 2. Tapi gue melihat seorang teman yang berdiri dan memegang koper, namanya Fadil. Gue lihat disekitarnya guru dan peserta lain sudah menunggu.

Guru gue mengepalkan tangan dengan muka gemas. Gue bilang maaf dan menjelaskan. Gue dan Suci menyalahkan Sahir untuk keterlambatan kami ini. Tapi setelah gue menjelaskan, gue melihat Sahir sudah berdiri dipojokan. Gue ke dia, baru mau nanya, dia sudah menjelaskan dengan detil agar tidak terkena marah. Gue sendiri ngga apa-apa, tapi Suci, perempuan yang dibuat nunggu sudah kesal. Sahir bilang, tadi pagi saat dia datang ke rumah gue, dia pulang untuk mandi. Pas gue sudah naik taxi karena terlalu lama menunggu, dia datang setelah beberapa saat.

Gue merespon,"Oh, kok bisa yah?"

Dalam hati gue,"Kok kayak sinetron."

Setelah semua sudah lengkap, guru gue mengurus semua pemberangkatan. Setelah selesai, kami dipersilahkan masuk ke ruang tunggu. Sebelum masuk, kami diperiksa dulu sama penjaga dengan alat pendeteksi logam. Gue maju, merentangkan kedua tangan. Gue berasa diadegan Now You See Me 2. Gue gaya-gayaan ala-ala melempar sesuatu ke teman gue, teman gue ngerti dan ala-ala menangkap. Lalu melanjutkan ke teman selanjutnya. Teman selanjutnya cewek hijab, entah karena ngga ngerti atau tidak mau terlihat konyol dia hanya merespon,"Apaan sih."

Di ruang tunggu, kami menunggu keberangkatan. Gue deg-degan. Mama dirumah bilang kalau mau perjalanan jauh, orang harus tenang. Maka dari itu, diruang tunggu gue cuman duduk nyandarin kepala. Gue ngecek Instagram, lalu sebuah pesan masuk dari kakak sepupu, dia bilang kalau dia nganterin hape komunikater untuk gue. Gue turun kebawah sama teman gue, Fadil untuk ngambil hape itu, dia bilang itu dari Mama gue, nomor gue ngga bisa-bisa dihubungi.

Gue kembali keatas sambil melihat jumlah pulsa, setelah loading tertera jelas bahwa jumlah pulsanya tinggal 3.000 rupiah. Semenjak ada sosial media, gue jarang banget pake pulsa. Entah faktor karena ganti nomor paketan atau karena ngga ada nomor untuk dihubungi. Jadi, gue disuruh beri kabar lewat hape komunikater dengan pulsa 3.000 rupiah dalam jangka waktu satu minggu. Baiklah, apakah ini sebuah uji coba.

Pesawat Kendari-Jakarta sudah siap, gue dan yang lain naik. Yang gue inginkan akhirnya terkabul, yaitu dapat kursi dekat jendela. Akhirnya gue bisa ambil klip video ala-ala vlog travel gitu.

Perjalanan Kendari-Jakarta berlangsung 2 jam lebih penerbangan. Beberapa menit awal, gue pake untuk rekam sambil liat-liat, lama-kelamaan gue jadi ngantuk dan akhirnya ketiduran. Lalu tanpa sadar, gue di-paparazzi sama teman gue yang lain, Sanyo. Sebelum pesawat lepas landas, gue ajarin dia dasar-dasar menggunakan kamera. Dengan muka polos dan rasa ingin tahu, gue merasa bangga bisa berbagi ilmu dengan orang lain. Pas tahu dia paparazzi saat gue tidur, gue merasa bersalah memberi ilmu pada orang yang tidak tepat.

Setelah dua jam lebih, pesawat akhirnya landing. Kami mendarat di bandara Soetta dengan gembira. Salah satu motivasi gue ikut study tour ini adalah ingin melihat Jakarta dan Jogja. Kesan pertama gue melihat Jakarta adalah sebuah kota yang penuh dengan gedung-gedung tinggi namun sesak dengan penduduk. Jujur gue kagum melihat bangunan yang saling beradu tinggi, memantulkan bayangan bangunan disebelahnya. Namun, gue cukup terganggu dengan padatnya suasana.
Foto dulu.
Pas foto bareng, ada penumpang dari Arab ikutan.
Kami menunggu kedatangan bus disemacam halte dekat bandara. Hampir tiga puluh menit lebih sampai akhirnya bus itu datang. Guru gue sudah mulai nanya-nanya ke tour gate-nya, dan si tour gate selalu menjawab dengan melihat hape lalu berkata,"Dikit lagi Bu, udah mau nyampe."

Di Twitter, Instagram, Sinetron, maupun Film, seringkali Jakarta digambarkan seolah-olah kota yang selalu macet. Gue yang selalu melihat itu masih belum percaya, eh, maksudnya ingin melihat secara langsung. Orang Jakarta ingin menghindari macet, gue malah datang ingin menyaksikan macet. Di kota tempat gue tinggal, juga sering terjadi macet, tapi pada hari-hari besar atau malam Minggu.


Perjalanan pertama yang seharunsya ke Dufan, diubah menjadi ke Taman Mini Indonesia. Gue ngga tau jarak dari bandara ke Taman Mini, yang jelas gue ngira cukup jauh. Sampai ke Taman Mini, si tour gate yang kita tahu namanya adalah Mas Arya memberi informasi lewat mic bus bahwa kita sudah sampai. Kami bersiap-siap untuk turun. Tidak banyak yang kami persiapkan, gue cuma membawa kamera dan jaket.

Kami berjalan ke Taman Mini. Awalnya kita barengan. Namun, beberapa dari kita akhirnya berpisah. Gue awalnya jalan sendiri, lalu ditemenin Fian. Kita jalan mau naik Kereta Gantung, namun kami tidak menemukan tempat untuk naik wahana itu. Diperjalanan menuju tersesat, kami bertemu kelompok yang lain, anak kelas 2 yang juga hampir tersesat. Berhubung mereka bertemu kami yang juga tersesat, kami jadi dua kelompok yang sedang tersesat. Kami mengikuti jalan awal kami, dan menemukan kelompok yang lain.

Dari situ, kami mulai jalan ramai, tapi tetap berkelompok. Gue berjalan bersama kelompok cowok kelas 3. Jumlah kami enam orang. Kami berjalan mencari Kereta Gantung. Diperjalanan kami melihat sebuah pertunjukkan atraksi. Beberapa orang yang salto dan menunjukkan atraksi diiringi oleh suara musik. Gue lihat itu jadi ingat topeng monyet, tapi ini versi manusia. Gue kagum banget saat salah satu dari mereka salto belakang tanpa henti, kayak film-film. Disamping aksi salto, mereka juga mempertontonkan debat komedi.

Salah satu dari kami memberitahukan agar ingat tujuan kami: naik Kereta Gantung. Karena tidak tahu jalan dan tidak mau tersesat, insting yang hebat dan google maps adalah pegangan kami. Setelah menyusuri Taman Mini dengan memperhatikan kemana arah Kereta Gantung-nya, kami akhirnya bisa menemukan. Pas mau naik, kami sempat berargumen karena harga tiket yang lumayan mahal. Perdebatan diakhiri kalimat 'kapan lagi' akhirnya membuat kami naik semua.

Gue punya teman yang doyan foto, awalnya kami mau satu kereta, namun maksimal kereta hanya untuk empat orang. Karena jumlah kami enam orang, terpaksa kami terbagi atas dua kelompok. Gue naik bareng Fadil dan Sanyo, dan yang lain naik di kereta pertama yaitu Fian, Sahir, dan Frades.

Kereta mereka berjalan cukup jauh, hingga kereta kami dilepas. Akhirnya, yang foto-foto cuma kami yang sekereta. Jarak dari titik awal sampai akhir lumayan jauh, dan enaknya ngga cuma sampai akhir, setelah sampai ujung, kami dibawa kembali untuk berputar ketempat semula. Menurut gue, untuk harga dan wahananya lumayan worth it lah. Tapi bolehlah diturunkan dikit. Mwhehe.
Blusukan.
Perkenalkan. Sanyo. Dia adalah Sanyoku 1980.
Gue dan Fadil.
Saat kereta sampai, Frades yang doyan foto menggerutu dengan kesal. Gue cuma diam sama yang lain. Kami berjalan menuju tempat ramai, gue mau nyebut nama tempat tapi tidak tau namanya apa. Setelah itu, kami bertemu gerombolan cewek kelas 3. Mereka terlihat ingin naik Kereta Gantung, namun kami lelaki menghasut dengan bilang harganya mahal. Jujur namun menyesatksan.

Tujuan berikutnya, kami berjalan-jalan tanpa tujuan. Gue lalu takjub melihat sebuah tempat penyewaan motor jalan-jalan ke Taman Mini. Gue berpikir, apa mereka tidak takut. Nyewain motor untuk keliling. Kalau di Kendari, pasti habis dibawa kabur.

Bareng cewek, kami pergi ke bagian pusat Taman Mini. Gue nyebutnya pusat karena disitu ada semacam kolam air mancur. Yah, kalau ditempat-tempat wisata biasanya itulah pusatnya. Disitu kami istirahat sambil foto-foto. Kami duduk dekat air mancur bersama orang-orang lainnya. Gue merasa atmosfer yang berbeda. Di Kendari juga ada alun-alun kayak gini, tapi atmosfernya beda. Gue kayak mimpi, dari SD cita-cita gue ingin injak Jakarta, akhirnya kesampaian. Gue punya tante yang tinggal di Jakarta, tapi gue tidak punya alasan untuk kesini.

Cekrek.
Setelah menghabiskan hari di Taman Mini, kami kembali ke bus bersama yang lain. Perjalanan berikutnya adalah check in hotel. Gue ngga tau banyak soal Jakarta sebelum gue mengikuti vlog-vlog Raditya Dika sampai Arief Muhammad. Hotel yang kami tempati berada di Kemang. Gue agak lupa-lupa ingat, tapi kayaknya ini daerah tempat Raditya Dika tinggal.

Setelah sampai di hotel, gue mandi keburu malam banget. Yang gue senang dari hotel, adalah mandi pake air hangat di shower. Kalau dirumah, mandi air hangat itu butuh waktu lama, harus panasin air dulu, nunggu. Di hotel, tinggal disetel, air hangat jadi seketika. Yang gue lupa, untuk air hangat setelnya jangan terlalu kekiri. Gue dengan sotoynya setel full kekiri, lalu memasang badan dengan jumawa. Bukan air hangat yang keluar, tapi air panas. Gue kaget histeris.

Setelah mandi, makanan datang. Kami makan di kamar masing-masing. Satu kamar berisi tiga sampai empat orang. Gue bertiga, dengan Fadil dan Sanyo.

Karena acara sudah habis hari ini. Gue, Fadil, dan Sanyo memutuskan untuk keluar. Diluar ada beberapa teman cowok yang nongkrong. Kami ikut nongkrong untuk menghilangkan rasa bosan di kamar. Dari grup WA, guru meminta kami untuk ke kamarnya mengambil baju. Dilanjut oleh guru yang lain memberitahukan agar tidak keluar malam. Kami sepakat untuk kembali. Dilorong kamar, kami menemukan Suci sudah berpakaian lengkap bersama Kakaknya yang ia jumpa di Taman Mini. Suci meminta izin untuk keluar jalan-jalan. Ia juga mengajak gue dan Sahir, namun gue malah menolak. Mendengar sebuah ajakan, Sahir langsung ke kamar mengambil topi.

Kami berjalan di kamar, gue menggerutu,"Tahu gitu, gue juga ikut."

Dikamar, gue hanya menikmati wifi yang ada dengan nonton YouTube. Sanyo yang tidurnya diujung terlihat tertawa kecil pada layar hapenya. Ia sempat cerita ia akan bertemu dengan keluarga dan pacarnya di Jogja. Gue cukup yakin bahwa itu adalah pesan dari keluarga atau pacarnya.

Fadil yang tidak mendapatkan wilayah kasur hanya berpasrah diri tengkurap di sofa sembari nonton YouTube. Keadaan malam itu sangat biasa. Ketika gue mulai capek nonton video di YouTube, gue mengajak Sanyo untuk cari cemilan diluar. Fadil juga gue ajak, tapi ia lebih milih nonton YouTube. Sebelum pergi, gue suruh ia untuk kekasur bagian tengah biar kita tidur bertiga. 

Gue keluar bareng Sanyo dengan mengambil kartu kamar. Dengan begitu, agak kasian juga Fadil jika terlalu lama ditinggalkan tanpa listrik. Didepan hotel kami, kebetulan ada Alfamart dan Circle K. Berhubung Circle K adalah hal yang baru bagi kami, gue mengajak Sanyo untuk mencoba.

Dari pengamatan gue, wujud dalam Circle K ngga jauh beda dengan market-market pada umumnya. Hanya yang buat beda adalah di Circle K ini (atau cuma gue aja yang norak), ada air panasnya. Di Kota gue, setahu pengamatan gue belum ada teknologi air panas seperti ini. Mentok-mentok juga kita pergi ke warung lalu minta diseduhin, itupun bayar tambahan lagi.

Nah, tingkat eksperimental gue lagi naik-naiknya. Yang awalnya gue dan Sanyo cuma mau beli cemilan, kami jadi membawa Super Bubur ke meja kasir. Alasan paling masuk akal pada saat itu adalah lapar lagi. Padahal cuma ingin mencoba teknologi air panas.

Setelah menyeduh, kami menenteng Super Bubur kami menyeberang jalan, lalu masuk ke hotel. Karena tidak ingin membuat Fadil ngiler, kami memutuskan makan diluar. Disela-sela makan, gue mengirim sms ke orang rumah agar menelepon. Beberapa menit kemudian, gue sudah tersambung dengan Mama.

Nada bicara Mama awalnya terdengar sangat parno, seperti tengah mewawancari Jesika dalam kasus kopi sianida. Namun, setelah menyadarkan Mama kalau gue bukan Jesika, Mama jadi lebih tenang.

Gue mencoba makan tidak terlalu lama, mengingat Fadil mungkin sudah mengamuk karena listrik mati. Setelah makan, kami kembali dan mendapati Fadil telah berbaring menguasai hampir setengah wilayah kasur gue. Gue merasa dilema, ingin ngebangunin ngga tega. Ingin gue biarkan, gue yang sengsara. Akhirnya jalan tengah gue ambil, yaitu mendorong ia agar kembali pada wilayah yang kami kasih dan gue coba untuk bentengi dengan bantalnya agar sewaktu-waktu gue ngga berciuman dengan dia.

HARI 2

Pukul 7 pagi gue baru bangun disaat orang-orang sudah ada ruang sarapan. Gue melihat Fadil sudah bangun dalam keadaa belum, hanya sibuk menonton video. Sanyo masih tertidur. Gue mengambil handuk dan menyuruh Fadil agar membangunkan Sanyo. Mandi gue pagi itu cukup cepat berhubung gue ngga mau sarapan sendirian.


Panggilan untuk turun sudah menyerbu di grup WA. Kelompok kamar yang belum turun cuma kami bertiga. Gue buru-buru pakaian sementara Sanyo bergegas mandi dan Fadil masih dengan video-nya. Gue ngga tau apa yang ada dikepala Fadil, tapi gue ingin saat itu gue pegang linggis dan hari itu adalah hari suci kayak film The Purge. Gue akan diam-diam dari belakang, lalu berbisik ditelinganya,"Selamat tidur." Lalu linggis mendarat dikepalanya.

Setelah imajinasi gue yang tinggi, gue hanya memukul pundak Fadil agar ingat bahwa hari ini kita padat jadwal. Asik. Macam selebritis aja. Gue menyuruh dia mengecek grup WA, namun ia hanya bilang,"Tunggu, dikit lagi Chandra Closing." Pas closing, ia mengikuti gaya closing ala Tim2one.

"Nok. Nok. Nok. Nok. Chers."

Linggis mana linggis.

Setelah siap, kami bergegas ke lift sambil menenteng koper. Tiba dilantai dua, semua mata tertuju. Gue cuma senyum tipis. Bu Yenni, salah satu guru pembimbing, langsung menyuruh kami makan secepatnya. Gue liat dimeja, ada nasi dan segala macam lauk. Gue melirik kesalah satu yang menarik perhatian gue, sebuah bungkusan daun pisang. Gue tanya Fadil, katanya itu nasi uduk. Dari dulu, nasi uduk hanya bisa gue dengar dan lihat, sekarang gue akan perdana mencoba kalau benar itu nasi uduk.

Gue mencoba nasi uduk itu secara perlahan. Awalnya, gue menyendok lombok dengan belakang sendok ala Chef Juna. Lalu mengambil nasi sebutir pakai tangan. Guru gue memukul, katanya suda terlambat pakai lama. Gue langsung berhenti menjadi Chef Juna untuk menghabiskan makanan ini dalam lima menit.

Agak melenceng dari perkiraan, gue selesai makan sekitar lima menit lebih dua detik. Semua bersiap untuk ke bus. Saat hendak melewati pintu, seseorang menarik gue untuk mengambil roti yang sudah ia panggang. Nanti mubazir, katanya. Kalau ngga mau mubazir kenapa lo panggang, hidup lo serumit itu yah. Ia hanya berkata, tadi penasaran.

Linggis mana linggis.

Bus berjalan melewati daerah-daerah macet, terutama jika memasuki perempatan lampu merah. Gue adalah orang yang sering kesal jika ngeliat orang kesal diinternet menanggapi masalah macet, apalagi Jakarta. Setelah dua hari di Jakarta, gue sudah dapat mengambil kesimpulan bahwa macet adalah sesuatu yang tidak akan basi di Jakarta.

Jadwal selalu melenceng dari yang direncanakan karena macet, juga supir bus yang bisa dibilang kurang tahu jalan. Guru gue sering kali kesal jika supir bus salah ambil jalan, atau berjalan dengan lamban. Gue yang duduk paling belakang bersama Fadil adalah orang yang selalu mendengar curhatan Bu Guru dan selalu becanda bareng. Sementara kelompok kelas tiga lainnya memilih di bagian depan.

Pemberhentian pertama adalah Universitas Indonesia. Kami turun tepat didepan perpustakaannya. Kalau bukan peserta study tour, mungkin gue akan nongkrong di perpusnya. Keren banget. Sebagai generasi millenial dan kids jaman now, kami melakukan sesi foto bersama yang hasilnya kurang memuaskan karena cahaya matahari yang tidak mendukung.


Setelah foto-foto, kami berkeliling melihat-lihat. Gue dapat sms dari orang rumah kalau gue akan dapat telepon dari tante gue yang tinggal di Jakarta. Setelah membalas pesan, sebuah panggilan dari tante gue masuk. Gue mengangkat dan sedikit menjauh dari yang lain agar suara bisa gue dengar dengan baik. Rencananya, di Jakarta gue mau ketemu juga sama tante gue ini, tapi katanya gue terlambat mengabarkan. Pas ke Taman Mini kemarin, dia juga lagi disitu. Goblognya gue, baru ngabarin pas tadi malam. Tante gue keburu kerja.

Sebenarnya jarak dari tempat tinggalnya ke UI dekat, hanya ia sedang kerja. Jaraknya lumayan jauh, dia nyebut nama tempat, gue pura-pura tau aja.

Setelah mematikan telepon, gue telah berada didalam ruangan dengan pemateri yang sudah siap-siap. Gue kira ini akan jadi semacam seminar motivasi, namun si pemateri tau gimana membawa suasana agar tidak terlalu formal dan canggung. Dalam penjelasan dia tentang kiat-kiat seleksi universitas. Ketika ia menjelaskan bahwa UI ini free wifi, gue melirik nun jauh disana semua ngecek hape, terutama gue. Gue tes konek, ternyata lumayan kencang. Daripada gue cuma video pake kamera, mending gue bikin livestreaming. Tapi, gue ngga mau bikin di IG, takut para netijen menghakimi. Jadi, gue bikin di YouTube biar pas selesai langsung bisa diupload. Video bisa kalian tonton untuk yang mau liat kiat-kiat seleksi masuk universitas dalam livestreaming berdurasi tiga puluh menit.

Setelah sesi tanya-jawab, giliran si pemateri yang bertanya. Tapi, yang berhasil menjawab dengan benar akan diberi hadiah notebook dengan sampul UI. Sebagai calon mahasiswa yang ada angan-angan masuk UI, kesempatan ini tidak boleh gue lewatkan. Gue angkat tangan sebelum ada pertanyaan. Ngga. Gue ngga sebego itu.

Pertanyaan pertama diajukan dan sama sekali gue ngga nangkap karena fokus ngerekam. Ingin banget gue putar video livestreaming barusan tapi pasti bakal lama untuk mencari. Gue pasrah pada soal pertama. Yang berhasil menjawab adalah teman seangkatan gue, Lala. Wajar sih, cuma dia yang perhatiin sambil nyatat.

Pertanyaan kedua diajukan dan gue berdoa mudah-mudahan gue nangkap sesuatu. Pertanyaan kedua cukup mudah, namun yang diminta adalah beberapa. Keadaan sempat hening sebelum gue memutuskan untuk mengangkat tangan. Sebelum jawab, gue perkenalkan diri lalu menatap Lala dan yang lain dengan tatapan bantu-gue-teman-teman.

Gue jawab bagian pertama, lalu bagian kedua gue balik ke Lala. Lala memberi jawaban, tanpa pikir panjang gue jawab. Pemateri menggeleng sambil mengatakan,"Hampir."

Guru gue memberi tatapan ayo-nak-kamu-bisa. Gue seolah-olah terjebak dalam situasi dimana gue sedang berada dalam kuis billionaire. Sayangnya, opsi phone a friend kurang berguna. Lala memberi gue jawaban yang gue sama sekali ngga bisa pertanggung jawabkan. Gue jawab aja, dan pemateri menggeleng. Gue duduk dengan pasrah.

Anak kelas 2 mencoba untuk menjawab, tiga opsi yang ia jawab hampir benar dan jawabannya lebih baik daripada gue. Dia dapat notebooknya dan gue cuma cengo dan kecewa dipojokan. Mungkin itu hanya notebook, tapi itu mungkin akan jadi motivasi tambahan gue untuk berani kesini kembali.
Disinilah gue duduk sambil bersikap pasrah.
Setelah acara selesai, kami dipersilahkan untuk membeli merchandise dari UI. Niat awal gue adalah untuk tidak tertarik membeli apapun sebelum dipusat perbelanjaan-pun goyah. Semua peserta langsung menyerbu pusat penjualan. Guru gue mengucapkan terima kasih kepada si pemateri, gue juga ikut salaman. Siapa tahu nanti bisa ketemu lagi. Mwhehe.

Dipusat penjualan merchandise, orang telah berkerumun, gue ikut nimbrung. Yang dijual adalah tempat pulpen, tas buku, gelang, dan stiker seingat gue. Karena tidak mau terlalu boros, gue cuma membeli gelang dan stiker untuk pribadi. Stiker itu sekarang tertempel manjah dilaptop gue.

Laki-laki tampan di UI!
Dari UI, kami berangkat ke Bursa Efek. Awalnya gue mengira Bursa Efek ini adalah sebuah universitas. Cek per cek, ternyata bursa efek adalah tempat jual beli saham. Setelah diparkiran, kami menunggu izin untuk masuk sembari makan. Makan siang kali ini adalah ayam kfc. Dalam sebuah pilihan, kami beradu hoki siapa yang akan mendapatkan bagian paha dan sayap, sebab itulah yang terenak. Sialnya, gue cuma dapat bagian bawah sayap.

Sebelum makan siang.
Sekitar tiga puluh menit, kami berjalan menuju halte bus. Sebenarnya, kami punya bus pribadi, namun di bursa efek terlalu rumit untuk memarkirkan. Jadilah kami naik bus sesungguhnya. Bus yang akan membuat kita dilema antara berdiri nahan capek atau duduk nahan ngga enak sama orang yang lebih tua. Pada posisi seperti ini, gue mendapati orang-orang menerapkan teori 'bodo amat siapa lu'. Yang dimana, jika ia sudah capek untuk berdiri, ia akan menunggu bangku kosong untuk duduk walaupun ada orang yang lebih tua. Awal naik gue dalam posisi berdiri. Percayalah, naik bus sambil berdiri adalah hal yang paling tidak enak ketika bus berbelok dan rem mendadak.

Perjalanan ke bursa efek tidak begitu lama. Setelah lumayan capek berdiri, orang didepan gue turun. Dengan gerakan cekatan gue naruh pantat. Bodohnya, ternyata itu pemberhentian halte kami.

Ngga kebayang ada orang kesal kayak gitu, gara-gara lama ngga dapat tempat duduk. Pas dapat biar halte tujuannya lewat ia abaikan. Yang penting duduk, pikirnya.

Sebelum masuk ke dalam bursa efek, lagi-lagi kita harus konfirmasi. Gue nanya-nanya tentang bursa efek ke guru gue, ia menjelaskan secara singkat. Gue cuman angguk-angguk. Ia mengancam untuk memberi pertanyaan atau menjawab pertanyaan jika diberi.

Konfirmasi tour gate diterima, kami dipersilahkan masuk. Gue melihat begitu megah bangunan ini. Guru gue sempat bilang ini adalah pusat uang negara, makannya penjagaannya ketat. Ada seorang petugas yang memegang anjing pelacak didepan gerbang, lalu dipintu masuk ruangan ada pemeriksaan. Pikir gue, serahasia apakah tempat ini. Setelah masuk, gue kagum parah.

Ruangannya sangat besar. Ada monitor besar, dan sedang yang menunjukkan saham itu naik atau turun. Daftar-daftarnya juga lengkap banget. Gue lalu ingat, Arief Muhammad kayaknya pernah kesini untuk belajar saham. Tidak mau melewatkan momen, gue bikin live streaming lagi. Gue rekam saat pemateri menjelaskan dan menjawab pertanyaan seputar saham.

Background: monitor saham.
Kayak layar bioskop. Padahal isinya saham semua.
Setelah menjelaskan, ia membawa kami naik keatas. Diatas ada foto-foto direktorat saham dari tahun ke tahun. Ada ruang taping untuk siaran live di TV. Saat kami turunpun ada orang lagi yang sedang taping untuk TV. Gue sempat lewat dibelakangnya, jadi jika kalian nonton tv lokal ada orang ganteng pake baju merah lagi lewat, itu gue.

Beberapa orang tidak tertarik memilih untuk duduk atau foto. Gue masih menyimak penjelasan dengan saksama sambil merekam untuk live. Jika kalian ingin menonton video tentang saham, bisa kalian buka di kanal YouTube gue.

Perjalanan berikutnya adalah ke Dufan. Bus lagi-lagi terkena macet, dan perjalanan ke Dufan sangat ngaret dari jadwal. Kami tiba di Dufan sudah pukul 5 sore. Itupun, sang sopir berputar dua kali karena kebingungan. Maka dari itu, waktu untuk bermain ditambah dengan kebijaksanaan dari kedua belah pihak.
Dunia Fan Persie.
Kami turun dari bus, langssung masuk ke Dufan. Banyak orang sudah memutuskan untuk pulang, ada juga yang baru datang. Ternyata kami tidak sendirian. Wahana pertama yang kami mainkan adalah Halilintar. Awal masuk, gue orang paling berani. Saat liat orang histeris, kaki gue lemes. Diantrian gue mau balik tapi 1. gue malu jadi laki, 2. antrian penuh gue ngga bisa keluar. Sepanjang antrian, gue berdoa sambil menelan ludah. Tidak cukup sampai situ, gue buka diinternet. Keyword-nya, Halilintar Dufan. Yang muncul berita 'Listrik mati, Halilintar Dufan berhenti mendadak'

Sial, gue salah pilih wahana.

Sebelum mati suri.
Tiba, giliran kami. Gue naik agak belakang biar tidak terlalu tegang. Gue titip kamera di teman gue yang punya tas. Gue duduk disamping gue Fadil. Gue lihat orang-orang naik dengan gembira, pikir gue, apakah mereka sudah tau konsekuensinya. Gue coba tenang, penjaga memasang pengaman dan menguncinya. Setelah semua naik. peringatan berbunyi. Isinya adalah perhatian untuk yang penyakit jantung agar tidak naik wahana ini. Gue ingin teriak gue jantungan, tapi Halilintar sudah menghitung mundur.

Berjalan pelan. Menaiki tanjakan secara perlahan, lalu kepalanya mulai turun dan syutt...

Isi perut gue kayak mau keluar semua. Gue mendengarkan orang teriak, ada yang bilang,"Garing.." Gue pengen tahu siapa orang itu, namun terlebih dahulu gue harus berhasil melewati wahana ini. Halilintar berjalan cepat, didepan sana ada tanjakan berputar. Setahu gue, cuma arena hot wheels yang seperti ini.


Ngga sampe situ, ada pembelokan yang berkelok. Pembelokan yang bikin kepala jadi dibawah. Untungnya setelah itu Halilintar berputar, dan berhenti. Berhenti Halilintar juga bikin tegang, soalnya mendadak. Gue ingat salah satu episode Spongebob, ia naik Rollercoaster sama Patrick. Setelah naik, seorang petugas memberi tulang belakangnya yang jatuh. Setelah turun, gue juga memperhatikan sekeliling, mungkin tulang belakang gue jatuh.

Tepat setelah turun, ekspresi kami semua berubah. Seperti mendapat pencerahan. Waktu di bus, gue sempet naroh Pepsi bekas makan KFC di cool box bus gitu. Sebelum turun ke parkiran Dufan, gue minum habis karena haus. Gue merasa menyesal. Setelah naik Halilintar, perut gue jadi berasa penuh gas. Apalagi sebelum naik ada rasa ingin pipis. Gue coba raba, untungnya belum basah.

Seperti biasa, kelompok terbagi beberapa bagian. Anak kelas 3 selalu bersama, meskipun kadang-kadang mencar. Anak kelas 2 kadang jalan sendiri atau berdua. Jumlah total kami semua adalah 18 orang. Tambah 1 anak sekolah lain dari anak Bu Guru. Jadi, total kami bersama guru pendamping adalah 21 orang.

Wahana berikutnya adalah Hysteria. Dari namanya saja gue sudah membayangkan betapa gaharnya wahana ini. Setahu gue, Hysteria adalah salah satu judul lagu Muse. Dari gambaran wahana dipeta dufan terlihat biasa-biasa saja. Kami berjalan mengikuti si petunjuk peta. Satu hal yang perlu kalian tahu, dia bukan Dora.

Sampailah gue bertatap langsung dengan wahana Hysteria. Lagi-lagi gue ingat sesuatu, pernah Jefri Nichol naik wahana ini pas Dear Nathan tembus raihan jumlah penonton. Dalam video itu, terlihat Jefri Nichol naik dengan wajah ketakutan. Setelah Hysteria berjalan, ia berteriak namun kebanyakan diam. Mukanya pucat dan tegang. Matanya kebanyakan tertutup. Gue mendeskripsikan itu sebagai orang yang positif thinking. Mungkin Jefri Nichol waktu itu saking senangnya hanya teriak dikit dan diam menikmati wahana. Matanya tertutup mungkin agar ia dapat merasakan sensasi wahana ini.

Sejujurnya, setelah naik Halilintar gue ingin menenangkan diri untuk tidak naik wahana ekstrim apa-apa. Banyak wahana lucu-lucu dengan lagu yang menenangkan. Tapi teman-teman gue memilih wahana yang berbahaya dan selalu mengajak dengan kalimat,"Kapan lagi.."

"Kapan lagi" maknanya banyak. Mungkin yang mereka maksud,"Kapan lagi mati suri.."

Intinya, gue ikut naik demi eksistensi kejantanan ini.

Setelah Hysteria berhenti dan menurunkan penumpangnya, rombongan kami bergegas maju mengisi kursi. Gue berdiam sementara, menunggu kursi penuh agar gue bisa lari. Saat yang lain bertanya, kenapa gue ngga ikut naik, gue jawab sengeles mungkin,"Kursinya full."

Lalu dari arah belakang, ada suara teriak samar-samar,"Ada satu kosong disini."

Gue duduk sambil menatap nanar sekeliling.

Disaat gentingpun harus tersenyum.
Sebelum wahana ini berjalan, lagi-lagi peringatan diperdengarkan. Gue ngga tahu maknanya biar apa, soalnya ketika peringatan berbunyi kita telah duduk pasrah dan menyesal dengan sabuk pengaman terpasang. Sekalipun ada orang lemah jantung naik wahana ini, mungkin akan berpikir dua kali untuk turun jika sudah dalam posisi seperti ini. Pada suatu sore misalnya, ketika ada seseorang lemah jantung naik wahana ini. Pada saat sabuk pengaman terpasang, peringatan berbunyi. Ia lantas panik dan berteriak,"TOLONG!!! TOLONG!!! LEPASKAN SAYA DARI WAHANA INI!!!"

Lalu si petugas menjawab,"Sudah terlambat kawan."

Harusnya, peringatan berbunyi ketika kita hendak naik. Lalu dilanjutkan dengan ayat-ayat suci.

Setelah peringatan, akan dihitung mundur seperti biasa. Hysteria perlahan-lahan naik. Naik-naik. Sampai pada pertengahan tiang, kami lalu dijatuhkan secara tiba-tiba. Gue awalnya cuma liat beberapa teman cewek yang tidak naik sambil senyum. Saat dijatuhin tiba-tiba isi perut kayak digoncang-goncang. Hysteria naik sampai puncak paling tinggi, lalu turun sampai bawah. Dalam hati, gue pikir Jefri Nichol, AAAA...

Hysteria berjalan cuma semenit. Lalu ia berhenti, dan turun perlahan, gue kira dia mempersilahkan kami istirahat. Untunglah, wahana ini telah selesai. Kaki gue lemes, lutut gue gemetar. Gue belum turun ketika yang lain sudah sibuk nyari sendal. Gue ambil hape, lalu selfie. Kenapa selfie, ngga jelas banget. Yah emang, cuma untuk mendukung agar sewaktu-waktu ketika gue nulis cerita ini ngga dibilang hoax. Gue juga berani.. meski terpaksa.

Iya, itu sudah naik teman-teman.
Beberapa dari kami sudah menyerah untuk naik wahana ekstrem. Gue lumayan lega ketika salah satu dari mereka memulai wacana untuk istirahat main wahana ekstrem. Kami berjalan-jalan menghilangkan lemas. Lalu gerombolan dari kami tertarik untuk mencoba wahana menarik. Yang jelas bukan wahana ekstem. Wahana itu adalah ontang-anting. Sebuah wahana seperti ayunan, lalu kita diputar diiringi lagu. Kelihatannya menyenangkan. KELIHATANNYA.

Hingga ketika kami naik. Wahana ini membutuhkah waktu lama untuk jalan sebab harus menunggu orang-orang mengisi kursi yang lumayan banyak. Pada saat itu, wahana ini hanya didominasi oleh kelompok kami dan satu-dua orang lain. Gue awalnya setuju untuk naik wahana ini karena ia adalah salah satu wahana yang diiringi lagu tema dufan yang lucu. Dengarnya senang banget. Teman-teman gue asik bikin instastory sebelum wahana berjalan.

Pada saat seorang petugas memasangkan sabuk pengaman, gue tahu wahana ini akan berjalan. Kami ditarik naik sampai kaki kami yang awalnya bisa nyentuh tanah, seketika agak melayang. Dalam hati, oh, salah wahana lagi kayaknya.

Ontang-anting mulai berputar. Dari awalnya pelan menjadi lumayan kencang, dari yang senyum menjadi histeris. Sebenarnya untuk ukuran ekstrem ini bukan satu diantaranya. Namun untuk orang yang fobia tinggi kayak gue ini adalah suatu kesalahan. Yang gobloknya lagi, gue ngga tahu kalau ontang-anting ini berputar hingga lagu Dufan itu habis. Beberapa teman gue udah minta berhenti. Gue merasa tertipu dengan lagunya.

Kurang lebih tiga menit kami diputar diatas ayunan bertalikan rantai kecil. Gue agak parno selama ontang-anting ini masih berputar mengingat berat gue ngga lagi baik. Tangan gue hanya fokus untuk memegang rantai ontang-anting dari menit pertama hingga menit terakhir. Dalam tiga wahana yang gue coba, gue merasa gagal menjadi lelaki badboy. Dalam pergaulan sekolah, gue sering mengaku sebagai titisan Dilan atau Nathan. Sejenak gue berpikir, badboy juga manusia.

Untuk menjaga cerita ini agar tidak jadi berita hoax, dalam keadaan masih lemas, gue menyuruh teman gue Fadil untuk motoin (lagi). Setelah beberapa menit istirahat, gue mencoba memperlihatkan ekspresi awal ketika ontang-anting ini berhenti.

Pucying pala Dilan.
Kami melanjutkan perjalanan dengan memaki wahana disini. Kami berniat untuk benar-benar berhenti menaiki wahana ekstrem. Terkecuali Sahir, adalah orang yang paling menikmati segala wahana ekstrem. Saat naik Halilintar, ia duduk bagian paling depan bersama Sanyo. Saat naik Hysteria, saat orang-orang berteriak histeris, ia malah tertawa. Saat naik ontang-anting, ia merasa kecewa karena tidak ada apa-apa baginya. Maka dari itu, ketika kami memutuskan untuk berhenti menaiki wahana ekstrem, ia malah mencoba Tornado bersama Sanyo.

Melihat video bagaimana Tornado bekerja, gue menelan ludah. Mungkin kalau gue naik ini, study tour ini akan gue lalui hanya dua hari. Gue cukup kaget ketika menaiki wahana ekstrem sekaligus. Selain Sahir dan Sanyo, kami semua hanya memberi semangat di kursi depan sambil mengistirahatkan jiwa dan raga.

Wahana berikutnya? Duduk aja deh.
Saat menaiki tornado, mereka harus menunggu kursi penuh. Itulah yang membuat mereka hampir setengah jam menunggu Tornado itu bergerak. Setelah Tornado berjalan, gue tahu kenapa wahana ini jarang mendapat pengunjung. Gila. Putarannya itu lho, liatnya aja gue merinding. Gimana gue kalo ada disitu. Mungkin gue akan pipis, eh, kemungkinan boker karena seharian gue belum boker.

Dari Tornado, kami bertemu guru kami. Ia memberi peringatan untuk siap-siap kembali ke bus. Perjalanan Jakarta-Jogja harus dimulai sesegera mungkin. Perjalanan menuju pintu keluar, kami melihat wahana Baku Toki. Kami meminta ijin untuk main ke Guru, namun tidak mendapat ijin karena waktu yang semakin mepet.

Dari bus, kami bergerak menuju Jogja. Melewati jalan tol yang macet tanpa ampun. Dua hari di Jakarta membuat gue sadar akan majunya kota ini dibanding kota gue. Pusat Jakarta apalagi. Orang-orang terlihat sibuk masing-masing. Gedung menjulang tinggi. Pada saat yang lain, kita bisa melihat rumah yang sudah mulai roboh. Seringkali gedung-gedung yang menjulang tinggi berdempetan dengan suatu wilayah yang terbilang mirip perkampungan. Dua sisi Jakarta ini membuat gue sadar bahwa dibalik megahnya bangunan Jakarta, tingginnya menjulang tinggi, masih ada rumah dengan atap bocor diluar sana. Jakarta memberi suatu pengalaman yang berharga. Niat gue untuk hidup disini makin bercampur aduk. Sebelum tinggal, gue sudah yakin dengan kerasnya kehidupan disini. Apalagi setelah melihat sendiri. Hmm.

Jakarta telah usai. Pemberhentian selanjutnya adalah Jogjakarta. Salah satu kota yang juga gue impikan untuk pergi. Akhirnya akan gue liat sendiri dengan mata kepala gue sendiri. Macet membuat bus sedikit terhambat. Beberapa orang memilih tidur untuk menghabiskan waktu, entah mungkin capek. Guru gue juga tertidur pulas dengan berbagai macam gaya.

Hanya gue yang masih melek. Beruntung, saat di hotel, gue memanfaatkan wifi untuk mendownload stand up Raditya Dika yang baru. Teman-teman terlelap, gue dengan earphone menonton stanp up tertawa sendiri sembari menunggu bus ini berhenti di Jogjakarta.


Untuk yang mau liat visualiasi series Tour Majoja kota Jakarta, klik di sinihttps://youtu.be/_ByLmMwZE8c


Comments

  1. Panjang banget kiusahannya namun tetap dibaca. Soalnya kapan lagi dapat kisah seru khas anak muda zaman sekarang yang beda dengan zaman mamah-bapaknya. :)
    Dari awal de-degan dan selanjutnya masih berlangsung dengan acara penuh kejutan. Itulah hikmah perjalanan bareng. Hem, jadi pengen pinjamin linggis punya suami, hi hi.
    Jakarta emang gitu, gak cuma macetnya saja, rawan kecelakaan juga. Pernah nulis soal itu di blog tentang bermotor. Dan gak nyaman karena panas pisan. garut 'kan sejuk jadi mana tahan. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe, masih dianggap anak muda euy. Asik.

      Hmm, iya, baru ingat kalo sempat liat orang kecelakaan juga di-tol gitu~

      Delete
  2. Iya panjang tulisan nya, aku baca juga.

    Dan hebatnya anak zaman now, kalau study tour nya udah jauh-jauh. Waktu aku SMA dulu paling jauh ke beda provinsi doang :D tapi ya walaupun dekat, tapi kebersamaan dengan teman-teman itu yang sangat di rindukan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe, sebenarnya masib pengen cerita banyak, hanya dikit2 aku pangkas.

      Inipun angkatanku untung pas dapat gini~

      Delete
  3. Gue iri sama Lo, rul. Gue aja belum pernah ke Dufan. Hiks. Pengen maenin semua wahana disana! Hahaha

    Harusnya buat judul yg mantap rul. Semisal TOUR Nasional PERTAMA GUE. Wkwkw.. Kan lebih mantep gitu. Iya gak sih? Hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salah satu iri yang tidak wajar mengingat hasil dari main wahana diatas.

      Waduh, YouTuber banget sih itu~

      Delete
  4. Jadi pengen ke Dufan bareng anak dan suami. Tapi tak akan berani naik wahana gituan. Rasanya jantung kami gak kuat. Cari amannya saja, he he.
    Nanti kalau sudah nikah apa akan ajak kelaurga untuk nostalgiaan ke Dufan juga? Ah, maaf jika dianggap tak etis. Cuma ngingetin agar mengisi masa muda dengan banyak hal baik dan positif untuk dijadikan kenangan manis. Yah, agar rasa pahitnya gak dominan dan senantiasa ingat syukur, gitu. :D

    ReplyDelete
  5. Baca ini jadi keinget jaman SMA study tour ke Jakarta juga. Sama sih, itu pertama kali ke jakarta dan lumayan kagum ngeliat bangunan yang tinggi-tinggi maklum di kota sendiribgak ada yang gitu. Tapi emang panas dan macet parah sih disana. Oh iya, ini study tournya kelas 2 ikutan juga ya? Kalo dulu di sekolahku buat kelas 3 doang yang mau pilih univ hehehe. Videonya bagus, kirain bakal seperti vlog ehe. Ditunggu yang di Jogya dan Malang ^^

    ReplyDelete
  6. Ini sih lengkap banget, asik perjalanannya, jadi pengen ke Jekartah lagi nih aku..

    Dan lengkapnya lagi gak cuma bisa lihat foto tapi ada videonya, itu yang aku suka, selagi ada wifi, jadi tonton deh..he

    Btw, bajunya kok bisa sama merah ya sama warna wahananya, atau emang sengaja, Rul..he

    ReplyDelete
  7. Blogger juga butuh sedikit klik bait. Hahaha... Kan biar heboh! 😁😂

    ReplyDelete
  8. kalau dipecah ente bisa dapat banyak materi tulisan, hehehe

    ReplyDelete
  9. Ketiga tempat itu ada dalan list liburan aaga rul dan itu terkabul semua. Sepertinya km dan temen2 terkabulnya dalam satu rentetan waktu smntara saya mah ada jeda beberapa lama bahkan tahunan haha. ..

    ReplyDelete
  10. Semoga impiannya untuk kuliah di UI bisa tercapai. Good luck terus, bro!

    ReplyDelete
  11. Ah Jakarta, gue yang berasal dari kampung kecil di sisi bawah pulau Kalimantan harus 'terjebak' di kota di samping Jakarta. Sudah hampir 2 tahun aku di sini. Bagi orang kampung sepertiku, Jakarta memang sangat menakjubkan. Oh iya, soal Dufan itu, aku mungkin setipe sama Sahir, sayang waktu ke Dufan gak sempet ke Tornado karena udah terlalu sore. Tapi Hysteria, Ontang-Anting, dan Halilintar udah kucoba. Seru sih emang, seru banget xD.

    Ditunggu perjalanan di Jogjanya

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts