Empat Cerita Tentang Kehilangan

Dalam hidup, seseorang akan mengalami kehilangan. Entah dalam aspek apapun, kehilangan yang gue maksud bersifat universal. Dan kali ini, gue akan menceritakan empat cerita kehilangan yang baru saja gue alami sesingkat yang gue bisa.

Satu,

Setelah sempat membuat postingan perihal laptop kesayangan, gue akan melanjutkan cerita yang belum usai itu. Jadi, setelah gue menginstal laptop dan harus diformat seluruh disk, gue mencari cara untuk mengembalikkan memori gue yang hilang. Pulang dari tempat service, gue buka hape, kemudian browsing tentang recovery.

Hasilnya, gue dibuat cukup punya harapan. Gue menyalakan laptop, terus menginstal salah dua aplikasi recovery. Hardisk yang sedang gue selamatkan itu sudah dalam posisi tercolok diport usb laptop. Aplikasi berjalan sama seperti tutorial di YouTube. Ada perasaan was-was setelah hampir beberapa menit loading tidak berjalan sama sekali.

Karena capek menunggu dan besok gue harus sekolah, gue putuskan untuk tinggal tidur. Mungkin besok akan selesai dan dunia berjalan seperti biasa, pikir gue.

Keesokan hari disaat bangun, gue mendapati loading itu masih berjalan. Dan memang benar-benar berjalan, jadi tidak ada alasan gue untuk membatalkan proses. Setelah berpakaian, gue kesekolah, pulang jam 3 sore dan mendapati aplikasi masih dalam proses. Gue liat dengan nanar keadaan laptop gue yang sudah tua tanpa tidur semalaman. Gue usap perlahan, lalu berbisik pelan,"Maafkan aku, Top. Kupastikan kau akan tidur dengan nyenyak disaat hardisk ini kau sembuhkan."

Tiga hari nonstop laptop gue menyala hanya untuk mem-proses aplikasi. Lebih tepatnya men-scan. Gue sudah setengah waras menunggu dan dipertengahan laptop gue ngadat. Gue paham apa yang laptop gue rasakan dan ngga tepat waktunya ia menjadi selemah ini. Aku butuh kau sekuat dahulu.

Karena tahu laptop sudah tak kuat untuk merecovery, gue beralih untuk membawa ke tukang service. Tiga tukang service dalam empat kali percobaan yang gue lakukan, hasilnya nihil. Dan masalahnya hanya satu dan itu sudah sangat jelas: bad sector. Intinya bad sector itu seperti minta balikan ke pacar yang bapaknya suka Beng-Beng, dan kamu suka Top. Mustahil.

Gue putus asa. Dan sedikit demi sedikit mulai merelakan kenangan isi dalm hardisk itu.

Dua,

Ini terjadi ketika gue hendak refreshing ke sebuah pantai bersama teman sekelas setelah UNBK. Jadi, dalam kegiatan refreshing itu gue bawa kamera DSLR gue untuk mengabadikan momen. Niat gue hanya untuk video, mendokumentasikan kegiatan apa saja yang kami lakukan setelah kenangan gue di hardisk sudah hilang tanpa bekas.

Gue rekam dari awal kita berangkat hingga saat kita pulang. Dan terjadilah suatu insiden. Untuk memahami cerita, gue akan rekap sedikit dari belakang.

Jadi, saat sibuk mengambil video, teman-teman yang lain juga meminta untuk difoto. Secara otomatis, memori yang gue bawa penuh. Memang bukan karena foto, tapi karena beberapa file lama, masih tersimpan. Dan gue cukup banyak mengambil memori setelah merekam banyak peristiwa. Dan disaat gue mengeluh tentang full-nya memori, dengan senang hati dua teman gue meminjamkan memori hapenya kepada gue. 

Dua memori hape itu lagi-lagi gue pake untuk video, dan juga fotoin teman-teman yang lain. Karena terlalu sibuk merekam, gue sampai ngga ada foto sendiri. Solusinya, tiap ada yang foto, gue ngikut aja. 

Insiden lalu bermula. Disaat teman gue, Ridwan, mengendarai motor dan gue duduk dibelakang merekam kepulangan kami, memori gue eror. Karena ingin memperlihatkan medan yang kami tempuh itu tidak mudah, gue berusaha mengembalikkan keadaan kamera dengan membuka batrei. Yang gue lupa, kedua memori gue taroh tepat diatas batrei, secara slowmo bak film Deadpool, gue mencoba menangkap satu memori yang terbang melewati sisi tangan kiri gue. Dan tentu saja tidak tertangkap.

Gue tepuk pundak Ridwan, dan ia memberhentikan motor setelah jarak jatuhnya memori sudah agak jauh. Gue turun sementara ia menunggu dimotor dengan anteng. Gue mencoba mencari dengan panik. Gue ngga tahu memori siapa yang sudah gue hilangkan. Dan teman-teman gue yang lewat tentu saja berhenti, bertanya ada apa. Gue menjelaskan duduk perkara, lalu bersama mencari.

Dalam pencarian, gue merasa panik. Video yang sudah gue ambil, hilang. Foto yang sudah teman gue jepret, juga hilang. Bagaimana menjelaskan, tanya gue kepada teman-teman yang mencari. Mereka menabahkan gue. Memberi sebuah solusi yang tentu saja tidak bisa gue terima: ikhlas. Kami akan membantu menjelaskan, kata seorang teman.

Pulang dirumah, gue sontak kaget. Bukan kedua memori teman gue yang hilang, tapi memori gue. Hanya sedikit foto hingga memori full yang ada disitu, sisanya video yang sudah banyak gue ambil. Gue tersenyum sembari mengingat kejadian tentang hardisk gue. Gue berpikir, apakah ini ada keterkaitan. Tentang tuhan yang melarang gue untuk terlalu fokus ke masa lalu?

Tiga, 

Sangat berbeda dengan dua cerita diatas. Dicerita ketiga ini gue akan membahas tentang kematian. Mungkin bagi banyak orang, akan sangat sensitif dalam hal ini, jadi jika merasa begitu, silahkan lanjut ke cerita bagian empat.

Jadi, beberapa bulan yang lalu, Om gue meninggal. Namanya Amir. Gue ngga akan menjabarkan ia sebagai orang yang suci. Gue bisa bilang ia seorang yang keras kepala, bertato, dan kadang-kadang minum (minuman keras). Om gue, Amir, tidak punya istri dan anak, jadi ia hidup dari sebuah rumah keluarga disamping rumah gue bersama Om-Om gue yang lain. Namun, gue bisa melihat beberapa sifat baik dalam dirinya. Dan itu yang gue angkat dari salah satu cerita pendek gue: Rumah Terakhir dan Sebuah Brankas

Setelah ia meninggal, gue cukup shock. Orang rumah tak menyangka, begitupun beberapa orang yang mendengar kabar ini. Keluarga berkumpul dan berkabung. Dari pagi hari, gue berusaha untuk terlibat mengingat ini acara pemakaman Om gue sendiri. Meski tidak terlalu dekat, gue cukup punya banyak pengalaman. Mulai dari ia cerita ketika mabuk sampai disuruh angkat galon karena badannya yang sudah tidak kuat.

Gue naik dalam mobil jenazah bersama sepupu, adik, juga bapak. Perjalanan diiringi sirine panjang dan suara motor menghiasai jalanan. Gue kemudian berpikir, belum pernah sedekat ini dengan jenazah. Gue pegang tangan Om Amir, dingin dan kaku. Pemakaman berlangsung dengan sangat random. Ada tetangga yang membuat lelucon ketika teman baik Om Amir dengan setia membantu proses pemakaman. Juga ada yang membuat Live dalam proses pemakaman, gue ngga tahu pasti apakah itu Live atau Video Call. 

Setelah kejadian itu, semua kembali seperti biasa. Tidak ada lagi cerita absurd disaat mabuk, tidak ada lagi mengangkat galon.

Empat, 

Dan sampailah dicerita keempat, cerita terakhir. 

Banyak yang bilang masa SMA adalah masa yang paling bahagia dan menyenangkan, dan ketika semua usai, kehidupan sejatinya baru akan dimulai. Jika itu sebuah pertanyaan, maka jawabannya, ya. Gue sangat setuju setelah SMA kita akan menempuh hidup yang benar-benar nyata.

Ini terjadi sekitar beberapa bulan yang lalu, ketika sahabat kecil gue, pergi bersama keluarganya untuk menetap tinggal. Kabar terakhir yang gue tahu, ia kerja disana. Sungguh lucu, mengingat beberapa tahun yang lalu, kami tidak perlu berpikir bahwa kerja adalah hal utama dari hidup. Kami membentuk sebuah band sewaktu kecil, lalu dengan naif mengirim sebuah surat untuk masuk dapur rekaman dirumah orang.

Kepergiannya benar-benar membuat gue sadar, bahwa hidup yang gue jalani, dijalani juga dengan orang lain. Dan gue tidak bisa memaksakan apa yang ingin gue lihat terus ada. 

Setelah pelulusan, beberapa teman gue pergi satu persatu. Ada yang lari dari rumah karena masalah keluarga, ada yang juga pergi untuk bekerja, ada yang mengejar cita-citanya untuk masuk universitas luar kota. Disebuah grup pada suatu malam, teman-teman gue berkata,"jangan pernah lupa."

Dan gue tersenyum, gue berpikir, grup itu lama kelamaan akan sepi tanpa obrolan yang bisa ditanyakan selain "apa kabar?" dan "ngumpul yuk?", dan untuk itu gue selalu menyempatkan diri setiap saat utnuk meramaikan grup itu. Ada atau tidak adanya respon. Karena gue tahu, suatu saat, grup itu akan sepi, dan ketika gue membuka obrolan, kita jadi sama-sama saling ragu. Kemudian kita punya kehidupan yang lain untuk kita jalani, dan terbiasa. 

Comments

  1. Judulmu mubazir, Hul. "Empat Cerita" sebetulnya udah cukup. Kalau mau "Cerita-Cerita" nggak perlu ada penjelasan berapanya, misalnya punyamu itu empat. Nggak usah ditulis lagi "Empat"-nya. Jadi pilih salah satu. :)

    Saya juga pernah kehilangan data. Paling sedih yang tulisan. Udah menulis banyak cerita di notes, eh hapenya diilangin sama Bokap. Ponsel Nokia zaman dulu kan notes-nya kagak nyambung ke Gmail. Alhasil, ketika ponsel itu hilang, notes-nya juga lenyap. :')

    Sepakat, sih, soal cara Tuhan agar kita nggak terus-terusan melihat ke masa lalu pas foto ilang. Pernah waktu itu foto bareng mantan yang udah dipindahin dari laptop ke flashdisk. Terus FD itu kena virus sama adek saya ketika dia minjem. Eh, diformat. Ilang semua. Padahal kan masih bisa dikembaliin pake cmd. Haha.

    Kehilangan pasti ada hikmahnya. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ohya, baru ngeh tuh, awalnya nulis "empat cerita tentang kehilangan"

      Makasih atas sarannya bang.

      Makanya, jadi sekarang jadi parno kalo data ada di fd atau hardisk. :(

      Delete
  2. memang akan banyak kehilangan yang daalm hidup kita

    ReplyDelete
  3. Gue sedih di cerita ketiga. Yah gue pernah mrasakan. Seburuk buruk org tp kalo ditimpa musibah apalagi meninggal tetap ngenes. Kasihan. G tega.

    Yah semoga setiap kehilangan yg lo alami akan diganti dengan hal yang lebih indah.

    ReplyDelete
  4. Ahh, sedih semua. Mau kehilangan memori, kenangan atau orang orang yg kita sayang itu bikin nyesek abis.. nomor 1 aja kehilangannya udah bikin nyesek karena pasti banyak kenangan tertampung di dalamnya. Yg sabar yaaa

    ReplyDelete
  5. Finally bisa baca tulisan lama mas Rahul :D

    Ternyata gaya tulisannya berbeda banget sama yang sekarang, dan untuk selera pribadi, saya suka bangettt gaya yang ini hahahahaha :))) Berasa diajak curcol sama teman sendiri kalau baca tulisan di atas ~

    By the way, kehilangan itu memang nggak mengasikan. Tapi namanya hidup, akan selalu ada yang datang dan hilang :3 Mungkin karena itu Tuhan meminta kita menikmati waktu yang kita punya (enjoy the moments) biar kalau one day, moments itu 'hilang' seenggaknya, kenangannya masih melekat :P

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ha ha ha. Masanya sudah lewat. Dulu memakai kata ganti "gue" karena merasa itu gaya menulis yang pas. Sekarang mulai merasa tidak nyaman saja melihat kata ganti "gue" itu terlalh Jakartasentris

      Yap, benar sekali kak Eno. Untungnya, hari itu saya masih dikasih kesempatan hidup

      Delete
  6. Baru ingin berkomentar tentang gaya menulisnya Mas Rahul dua tahun lalu, ehhh udah dikomentari duluan oleh Mba Eno XD Setuju, saya suka juga nih gaya menulis yang seperti ini. Nggak berbeda jauh dengan yang sekarang sih, cuma karena pakai kata "gue" kesannya lebih akrab :D

    Soal kehilangan data di harddisk itu memang nyesek banget (': pernah suatu kali, entah gimana ceritanya semua files film yang saya download selama kuliah hilang begitu saja. Saya panik, padahal cuma film. Tapi film-film tersebut sukses menemani saya di kala bosan, jadinya sedih banget saat semuanya raib tanpa sebab ): tapi yasudalah, memang harus direlakan mau bagaimana lagi. Life goes on, mari kita move on hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, mungkin karena "gue" terdengar lebih akrab ditelinga kak Jane dan Eno. Tapi bagi saya dan teman-teman dekat saya, itu cukup tabu dan terlalu Jakartasentris.

      Awalnya sulit, mengingat banyak sekali file yang isinya penting. Tapi yah mau diapa lagi. Bersedih terlalu lama tidak aka mengembalikan semua

      Delete

Post a Comment

Popular Posts