Balada Mahasiswa Baru

Lewat 5 pagi gue sudah bangun. Hari ini, tanggal 27 Agustus 2018 akan dilaksanakan upacara pembukaan Mahasiswa Baru Universitas Halu Oleo. Sebagai salah satu mahasiswa baru, gue wajib datang. Walaupun tanpa gue, acara juga tidak akan ditunda.

Dari grup WhatsApp FIB Sastra Indonesia, jurusan gue, kakak senior sudah membertitahukan bahwa jam 6 pagi sudah harus ada di Fakultas sebelum berkumpul ke lapangan tempat upacara. Yang terjadi, jam 6 pagi gue masih berada dirumah bersama Ali, memesan Grab yang baru saja gue update dari hape Mama. Seharusnya, kami bisa saja naik angkot, namun ada Nayla, yang juga ingin ikut.

Sebagai informasi tambahan, kami bertiga dari jurusan yang berbeda namun sama-sama lulus SNMPTN. Ali masuk Kimia Murni dan Nayla masuk kehutanan. Gue dan Ali cukup sering bersama, meski kami dari jurusan yang berbeda. Cerita lainnya bisa baca disini: Perlawanan Terhadap Hujan Dengan Segelas Susu.

Gue mulai panik, Ali apalagi. Padahal, saat hendak memanggilnya disamping rumah, ia sama sekali belum berpakaian. Untungnya saat itu kami sedang beruntung. Bak difilm-film, secara kebetulan tetangga kami secara tidak kebetulan punya keluarga yang baru saja datang. Mama memberi tahu agar kami nebeng dengan Om itu. 

"Nanti kalian patungan, kasih Om itu uang bensin." kata Mama saat kami hendak pergi.

Di mobil, tanpa banyak bicara kami mulai mengecek info dari grup masing-masing. Om yang mengantar kami kurang tahu jalan. Itu juga yang mengharuskan Ali menunjukkan setiap kali ada pembelokan. Sebelum sampai, gue menulis note dihape: Sini uang kalian 15.000.

Lalu gue perlihatkan kepada Ali dan Nayla. Sebelum memberi uang, Ali yang duduk didepan berbalik,"Uangku besar. Uang 50.000."

Gue mengambil uang Nayla, kemudian mengambil uang 20.000 dari saku dan memberi Ali sebagai tukaran uang 50.000-nya. Sesampainya digerbang, kami melihat ada beberapa MABA yang membawa motor. Padahal, sudah ada peringatan untuk tidak membawa kendaraan. Setelah pembelokan masuk ke Gedung Kuning, MABA sudah mulai terlihat dan begitu ramai membanjiri jalanan. Dari fakultas mereka masing-masing sampai beberapa tersesat. 

Karena mobil tidak dapat berjalan, kami turun tepat dimana kami terjebak macet. Ali ngotot pergi ke fakultasnya, katanya harus absen. Nayla juga begitu, meski ia langsung pergi ke lapangan mencari teman se-fakultas-nya. Gue sendiri membaca info terakhir, sebelum hape gue kehilangan sinyal adalah MABA FIB sudah menuju ke lapangan. Berita baiknya, gue tidak perlu lagi ke fakultas. Berita buruknya, gue harus mencari rombongan fakultas ditengah keramaian dan ketersesatan.

Gue berdiri dan mencoba menangkap wajah kawan-kawan yang sama sekali belum pernah gue temui. Bersama para MABA tersesat lainnya, kami gelisah berkucurkan air keringat. Selain panas, gue cukup deg-degan mendengar suara senior terdengar nyaring memandu juniornya. Gue bertemu Iskar, teman SMA gue yang lewat bersama fakultasnya. Gue ingin ikut, tapi kami beda fakultas. Seharusnya tidak masalah, tapi membaur dengan fakultas orang lain bukan ide yang baik.

Gue urungkan niat itu dan mencari jalan keluar lainnya. Fakultas Sosial dan Politik kemudian lewat. Adam, teman kelas pas SMA lewat memegang sebuah bendera. Gue menghampiri dan bertanya. Namun, ia juga bingung dan balik bertanya,"FISIP kah kau?"

Gue menggeleng dan kembali mencari gerombolan fakultas. Dari hape, gue mulai mencocok-cocokkan muka profil WhatsApp dengan orang-orang yang gue lihat. Salah satu keberuntungan menghapal wajah membuat gue lebih mudah untuk menemukan salah satu gerombolan FIB tersesat lainnya. Kami kemudian bersatu, menjadi gerombolan FIB tersesat yang lebih banyak.

Keuntungan bersama perempuan adalah kami, para lelaki tidak perlu harus bertanya senior untuk memastikan jurusan kami. Kami hanya mengekor sementara mereka sibuk menanyai senior. Dari segerombolan yang kami lihat, kami tidak menemukan fakultas kami. Hingga kami memutar dan berjalan tepat didepan orang-orang yang berbaris untuk melihat plang fakultas. 

FIB ada dibagian ujung, sementara kami berjalan dari bagian ujung lainnya. Bisa diibaratkan saat itu, niat mencari fakultas malah lebih mirip orang Fashion Show. Seseorang dari arah samping kiri memanggil. Gue berbalik, dan mencoba menyisir arah panggilan. Ada Adit disana, yang masuk jurusan Ilmu Hukum. Adit adalah orang yang main didua film pendek yang gue buat: Sandera dan Jomblo Normal Activity.

Setelah menyapa balik, gue terus berjalan hingga berada pada barisan belakang. Sebelum sampai, ada seorang perempuan, teman dari SMA yang juga memanggil. Gue balik dan melempar senyum ketika ia melambaikan tangan. Dibarisan belakang, bersama anak Arkeologi yang dari tadi bersama. Gue belum sempat bertanya, siapa namanya, namun yang gue tahu ia adalah anak Arkeologi yang katanya baru datang dari Raha.

Ia beberapa kali mengajak gue ngobrol, namun cukup gue balas dan tidak ingin melanjutkan obrolan. Selain panas, gue juga tidak mau menjadi sasaran empuk senior yang mengawasi dari belakang. Upacara kemudian dimulai. Panas yang dari tadi menerpa seakan sirna ketika lagu Indonesia Raya dinyanyikan. Pantulan gema dari arah depan tribun membuat beberapa orang sempat bingung dengan pantulan suara. Meski begitu, masih ada beberapa orang yang harus digotong karena pingsan dan tidak kuat. Drone lalu terbang beberapa kali saat informasi dan penyambutan Mahasiswa Baru dikemukakan oleh Rektor Universitas Halu Oleo, Bapak Prof. Dr. Muhammad Zamrun F., S.Si., M.Sc.

Upacara Penyambutan Mahasiswa Baru UHO
Saat upacara selesai, semua dipersiapkan untuk pergi ke fakultasnya masing-masing. Begitupun dengan kami yang dari tadi berjalan menuju fakultas. Kami sempat duduk sebelum masuk, yang dimana perempuan masuk terlebih dahulu. Sebelum masuk, kami diperintahkan membuka sepatu dan naik kelantai satu. Daripada menyimpan sepatu dilantai dasar, gue memasukkan kedalam tas. Disana, sudah ramai dan pengap. Gue duduk dekat sebuah tiang agar bisa bersandar. Disana, kami disambut oleh Dekan Fakultas Ilmu Budaya. Meski tidak ada apa-apa yang bisa kami dengar, antusias untuk tepuk tangan tidak kalah meriah dari yang ada didepan.

Penyambutan Dari Dekan Fakultas Ilmu Budaya.
Gue turun setelah ngobrol santai bersama teman pas SMA. Meski beda kelas, kami sering bertemu dan akrab saat di Warkop yang sering gue kunjungi. Dibawah, orang sudah berbondong-bondong mencari jurusan masing-masing. Katanya, akan dilaksanakan pengenalan antara senior dan junior. Ruangan yang kami gunakan saat itu adalah FIB 2 dekat pintu masuk. Banyak sekali wajah baru yang mulai gue coba kenali. Dari 96 Mahasiswa Baru, ada 75 perempuan dan hanya 19 laki-laki. Dua orang belum bisa gue pastikan karena tidak hadir saat itu.

Penyambutan Selesai.
Ketika perkenalan antar senior, gue mulai kenal dengan beberapa senior. Disana ada beberapa senior dengan jabatan masing-masing. Yang memimpin perkenalan saat itu adalah, Kak Indah yang menjadi Ketua Tingkat dari angkatannya. Disana juga ada beberapa perkenalan lain, termasuk dari Koordinator Prodi Sastra Indonesia, Pak Mailudin, S.Pd., M.pd yang memberi banyak wejangan serta cerita menjadi mahasiswa Sastra Indonesia.

Ia bercerita tentang dirinya yang sama sekali tidak ada niat untuk masuk jurusan Sastra Indonesia. Sampai ketika ia lulus dijurusan Sastra Indonesia, ia bertekad untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Dilanjutnya dengan kata,"Mungkin rejeki saya ada disini. Dan inilah yang Tuhan tunjukkan."

Banyak mahasiswa yang memang masing kurang sreg dengan jurusannya. Termasuk Dimas, salah satu teman gue yang mendaftar pada tiga kali percobaan di Akuntansi dan harus pasrah di jurusan Ilmu Sejarah. Katanya, ia mau integrasi ketika jurusan itu tidak membuatnya nyaman. Pak Mailudin kembali dengan ceritanya,"Saya yakin hampir setengah dari kalian bukan lulus disini pada pilihan pertama."

Pak Mailudin membuat beberapa orang terdiam dan saling lirik melirik. Ia melanjutkan,"Akan tiba masanya kalian akan menyerah pada jurusan ini. Dan itu pasti terjadi."

Hening kembali seraya kami menunggu lanjutan dari kalimat Pak Mailudin.

"Saya juga seperti itu, namun prinsip saya saat itu adalah percaya pada Tuhan. Dan dengan itu, saya bisa hidup dari sini dan menghidupi keluarga kecil saya."

Semua memberi tepuk tangan dengan sedikit tamparan manis dari kalimat beliau. Dengan perkenalan yang cukup singkat itu, Pak Mailuddin membuat gue mulai memberi respek lebih kepada beliau. Dan setelah Pak Mailudin selesai, beberapa perkenalan senior dan organisasi kembali dilaksanakan. Dibelakang, kami sudah saling melihat-lihat karena lapar, namun sesi perkenalan belum juga ditutup.

Jam 11 lewat itu baru benar-benar ditutup. Awalnya gue menelpon Ali yang berada di fakultasnya, tidak diangkat atau lebih tepatnya jaringan gue yang modar saat diwilayah kampus. Wifi kampus juga tidak bisa diandalkan. Dan karena itu, gue ke kantin FIB sendiri. Disana ada beberapa senior dan MABA yang sedang istirahat ataupun makan. Kantin penuh dan gue lapar. Tidak ada roti atau apapun yang bisa membuat gue makan sambil berdiri. Pop Mie rasanya terlalu lama untuk perut yang sudah lapar. Akhirnya pilihan saat itu adalah Good Day botol dan air mineral gelas untuk membuat gue tetap terjaga.

Percayalah, tadi tidak sesepi itu.
Karena sudah malas masuk, gue duduk di gazebo kantin. Ada beberapa anak Arkeologi termasuk yang tadi tersesat bersama gue di lapangan. Kami tidak berkenalan, namun dari teman akhirnya gue tahu bahwa yang tadi bersama gue adalah Alfian. Dan teman lainnya bernama Anto yang berasal dari Raha dan Heru dari Wajo, Sulawesi Selatan. Anto bercerita banyak hal, kebanyakan hanya masalah. Dan gue mulai tahu banyak tentangnya. Mulai dari kakinya yang patah karena kecelakaan sampai ia juga golongan orang yang mencari kenyamanan pada jurusannya.

Anto dengan rambutnya yang terlihat gelombang, diberi minyak rambut agak klimis kebelakang. Ia tidak masuk saat itu karena kata teman seniornya, ada pemotongan rambut dari kakak senior. Itu juga yang membuat gue was-was untuk masuk. Seorang teman dari fakultas yang sama datang untuk mengisi perut berkata,"Saya tidak cocok botak. Biar juga saya jelek, jangan dibikin tambah jelek."

Berbeda dengan Heru, ia lebih banyak menyimak seperti gue. Sesekali juga bercerita ketika dipancing. Orangnya besar dan gemuk, namun berhati baik kepada orang yang baru saja ia kenal. Itu terlihat dari saat ia membelikan kami bertiga Teh Gelas Big. Anto berkata,"Baik sekali ini sodara."

Heru menjawab,"Begitu memang dikampungku. Satu minum, minum semua."

Kami kembali saling bercerita. Heru sebenarnya ingin masuk, teman kosnya dari tadi sibuk mengajaknya via hape. Namun, kami takut-takuti dengan senior yang akan membuatnya bernyanyi didepan mahasiswa lain. Itu juga yang dikatakan para perempuan yang izin untuk makan ketika mereka bergosip. Itu membuat Heru semakin percaya.

Heru memang lebih tertutup, namun saat ada diberi sedikit pancingan, jawaban Heru benar-benar menampar gue. Saat itu kami masih saling bercerita. Kemudian ditengah-tengah, Heru memotong,"Mauka pulang saya ini. Satu semester ji mungkin."

Gue bertanya,"Kenapa? Tidak nyaman juga?"

Heru menjawab pelan dan seiring menengok gue,"Rinduka dengan keluarga. Ini saja baruka pisah begini."

Saat itu, gue memang sangat ingin keluar menempuh perguruan tinggi diluar. Namun, perkataan Heru ada benarnya juga. Seolah-olah Tuhan sengaja mempertemukan kami dengan alasan gue diterimanya di jurusan dan Universitas gue sekarang. Heru, Anto, Alfian, dan semua orang yang gue temui mungkin bukan hanya sekedar teman, mungkin inilah jawaban yang Tuhan tunjukkan. Melalui orang-orang yang gue temui.

Saat itu, Dimas datang. Karena tidak masuk, gue pulang bersama Dimas. Ali juga ikur saat kami bertemu didepan fakultas. Mobil angkot mengantar kami dimana Dimas menyimpan mobilnya. Setelah mengantar salah satu teman MABA yang lain, kami kemudian diantar pulang. Dimas yang bercerita tentang keraguaannya pada jurusan membuat gue ingat dengan salah satu kalimat Pak Mailuddin,"Ketika kalian ragu pada apa yang kalian jalani, orang sudah lima langkah mantap pada langkahnya."

Cerita selanjutnya: Resiko Mahasiswa Baru.

Comments

  1. Kenapa dua orang tidak hadir pada saat itu?
    Apakah mereka tidak yakin dengan jurusan yg mereka pilih?
    Lalu kemanakah perginya sweaper?
    Apakah kalian melihat sweaper?
    Katakan lebih keras?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin.

      Eh, ini sama saja mengatakan "saya pecinta Dora" lho..

      Delete
  2. Asik memang awal2 jd maba itu. Selain dapet temen baru, tntu kita berada di suasana yg baru.

    Udh masuk kuliah aja ya, Mas. Rasanya mengikuti tulisannya baru kmren mash SMA, eh skrg udh kuliah..he
    Selamat ya. Keren jurusannya. Semoga sukses. Terus berbagi lewat blog ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sukses selalu ya, Mas untuk kuliah, cita-cita dan doa-doanya.
      Semoga sehat selalu. Aamiin..

      Nunggu balesan ternyata belum di bales ..he

      Delete
    2. Itulah hidup, waktu mana mau nunggu.

      Doa yang sama..

      Delete
  3. Dulu pas ada upacara mahasiswa baru gue nyesel banget sempet ikut,.
    Padahala mah ya kita ga hadir juga universitas ga bakal gulung tikar.
    Harusnya dulu gue leha leha seharian sampe lupa diri huhu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya sih, tapi jadi penyesalan juga kalo ngga pergi. Ga ada pengalaman pertama jadi maba..

      Delete
  4. Hm.... aku juga pernah ngerasain salah jurusan. Memang, kadang hidup gak sesuai dengan keinginan kita termasuk tentang jurusan. Tapi ketika kita udah menjalani, pasti ada hal-hal yang bikin kita menerimanya. Semangat :D

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts