Malam Minggu di Rumah Bunyi

Hari Sabtu, mata kuliah hanya dua. Dimulai dari jam 7 pagi hingga 12 siang. Ada waktu untuk tidur siang sebelum pergi ke Rumah Bunyi. Pukul 3.47 sore, gue bangun kaget, ngecek WhatsApp Grup yang mulai ramai. Terdapata dua panggilan keluar juga. Itu dari Arjun, yang katanya ingin nebeng kesana.

Tanpa mandi, gue ganti dengan baju saat kuliah pagi tadi. Bedanya, sekarang hanya memakai sendal dan tidak membawa tas. Perjalanan ke Rumah Bunyi adalah perjalanan menuju Kampus. Yang berarti, gue harus menempuh 12 km dari rumah ke Rumah Bunyi. Mungkin lebih.

Sebenarnya, sore itu gue sudah memberi tahu Ali. Namun saat terbangun, dari jendela kamar ia memberi tahu bahwa tak bisa ikut. Di depan Kampus, gue menelpon Arjun. Ohiya, Arjun ini teman kelas gue, menjabat sebagai Wakil Ketua Tingkat. Karena sama-sama tidak tahu jalan, kami benar-benar mengandalkan insting dan kebaikan teman-teman di grup.

Arjun menelpon saat kami berhenti pada sebuah pertigaan jalan didepan konter hape. Mobil saling bersahutan, matahari begitu cerah dan silau, dan kami begitu bingung. Setelah melihat-lihat pada lokasi yang dikirimkan, kami sama sekali tidak menemukan petunjuk. Untungnya, dengan arahan dari Bu Ila, kami dituntun ke jalan yang benar.

Gue membawa motor dan Arjun membaca petunjuk dari grup WhatsApp. 

"Lewat jembatan, ada jalan.." kata Arjun menjelaskan.

"Itu jembatan." tunjuk gue dengan tangan kiri.

Arjun sedikit berpikir, dan berkata,"Mungkin jembatan yang lain."

Setelah hampir beberapa meter motor berjalan, ada sebuah plang jalan yang disebutkan dalam petunjuk. Jalananya hanya tanah kuning yang tidak rata, yang kalau motor melewati jalan itu, bibir, pipi, dan perut secara berirama bergoyang. Mungkin, jika beberapa kali lewat sana, lemak gue bisa turun.

Setelah jalanan rusak. kami hanya mengikuti satu alur jalanan yang membawa kami pada sebuah halaman luas. Disana terdapat beberapa orang yang sedang memasang lampu dan kain hitam. Gue sudah menduga, bahwa ini adalah tempatnya. Setelah menelpon teman yang lain, kami benar-benar yakin ketika melihat dosen kami, Bu Ila.

Kami salim dan masuk. Diruang tamu, sudah berjejer teman-teman dengan posisi yang lesehan. Ada Ketua Tingkat juga disana, namanya Danil. Selain kami bertiga, semua didominasi perempuan. Mereka menyuruh kami membaca buku cerpen, katanya perintah. Diruang tamu, terdapat ratusan buku yang dijejer. Semuanya buku bagus, yang kalau kalap ingin membawa pulang semuanya. Gue mengambil buku kumpulan cerpen Seno Gumira Ajidarma. Membaca cerita pendek Manusia Kamar dengan penuh kebisingan check sound diluar.

Setelah membaca, delapan orang dari kami membuat kesepakatan bersama Bu Ila. Isinya tentang jadwal pertemuan kami. Disambung dengan tugas pertama kami mendiskusikan sebuah buku. Ada dua opsi, pertama kami disuruh memilih satu judul buku kemudian sama-sama mendiskusikan. Kedua, kami memilih buku yang berbeda, kemudian mempresentasikan apa yang kami telah baca.

Pilihan-pilihan sudah diberi. Beberapa pilihan buku hanya mengarah pada satu nama penulis, Ahmad Tohari. Gue sudah lama mendengar nama beliau, namun belum satupun membaca karya beliau. Pilihan yang diajukan mulai dari Khubah, Orang-Orang Proyek, sampai Dikaki Bukit Cibadak. Musyawarah kami sampai pada satu pilihan yaitu Dikaki Bukit Cibadak.

Selain kelas menulis, hari ini, tanggal 8 September juga diadakan peluncuran buku Sogi karya Faika Burhan, dosen gue yang sama sekali belum masuk. Katanya akan masuk, atau paling tidak semester dua bergantian dengan dosen yang lain. Ibu Faika Burhan juga adalah pendiri Pers Mahasiswa, LPM Katharsis yang dimana adalah organisasi yang coba gue kenali.



Buku Sogi ini juga diterbitkan oleh penerbit Rumah Bunyi. Jadi, selain membentuk kelas menulis, Ibu Lailatul ingin kami setidaknya menerbitkan buku antologi kami. Gue benar-benar excited dengan itu. Maka saat ditanya, siapa yang berminat ikut, gue mungkin orang pertama yang menganggkat tangan. 

Jam 7 malam, setelah kembali dari sholat Maghrib, teman-teman sudah berdatangan. Ada juga senior yang mulai datang, seperti Kak Nina, yang menjadi ketua LPM Katharsis. Ia sebagai MC sudah bersiap-siap dengan rundown acara yang akan dibawakannya. Setelah mengambil kopi, gue kembali duduk tepat dibagian depan. Bersama Danil, dan satu teman perempuan bernama Novin.

Acara pertama tentu saja dibuka dengan beberapa penampilan akustik sampai kepada penampilan monolog dari naskah adaptasi buku Sogi. Monolog yang ditampilkan juga menarik, mampu menarik minat penonton. Adegan vulgar kadang-kadang membuat senior laki-laki bersiul-sautan. Beberapa orang tidak ingin melihatnya, termasuk Danil. Ia mengalihkan pandangan dengan bermain game Snake dihapenya.

Acara inti dimulai, ada dua pemateri yang membedah buku Sogi ini. Disorot dari berbagai sudut pandang, terutama dari lokalitas dan feminisme. Meski agak membosankan, ada beberapa kajian yang menarik. Dibahas dengan penuh perbandingan dan saling melempar pendapat. Gue ngga sempat bertanya, atau dalam saat itu memang sedang malas.



Beberapa gagasan seringkali menyinggung referensi baru. Yang paling sering dijadikan referensi adalah Jean-Paul Sartre dan Simone de Beauvoir. Pasangan filsuf yang mengeluarkan gagasan tentang feminisme.

Arjun beberapa kali menelpon saat itu, juga Mama. Saat melihat jam, ternyata sudah lebih jam 9. Novin dan perempuan kelas genap lainnya pamit pulang. Sementara kami, masih menikmati beberapa penampilan, seperti pembacaan puisi dan nyanyian gambus yang dibawakan oleh gitar.
gitar rasa gambus.

Ini bukan Rangga.

Setelah acara itu, gue, Danil, dan Arjun pulang. Kelas genap hanya kami yang tersisa. Danil naik bersama Arjun. Bersama jaket yang gue pakai, motor X-Ride biru ini menembus malam. Dingin. Sampai-sampai, ketika hendak naik, jok basah karena embun. Didepan Kampus, gue membiarkan mereka pergi. Sementara gue menambah satu botol bensin dipinggir jalan. 

Mobil dan motor menghiasi jalanan. Padahal, sudah lewat jam 11 malam. Ada tiga motor yang saling membawa perempuan, sekiranya mereka tiga pasang manusia yang sedang triple date. Gue menutup kaca motor dan menambah sedikit laju motor. Setelah melewati mereka, gue buka. Rasanya, gue hanya ingin melihat apa yang ingin gue lihat.

Pembelokan menuju lorong, gue merasa ada sesuatu yang benar-benar berubah. Gue menjadi sosok yang beda. Dari orang yang hanya senang menyendiri di kamar, sampai menjadi orang yang mampu membawa diri. Beberapa kali Mama menelpon. Kiranya ia khawatir dengan apa yang gue lakukan diluar rumah. Padahal, gue mampu membawa diri dengan baik. 

Perubahan diri ini tentu saja berdampak pada kekhawatiran diri gue yang akan datang. Gue dengan mimpi yang masih gue pegang. Begitu juga teman-teman gue diluar sana. Sampai ketika, Arjun berkata,"Saya itu, kalo ada teman yang ingin sukses, saya dukung."

Gue bertanya,"Kenapa?"

Sambil menunggu Danil keluar dari Mesjid, ia menjawab dengan penuh wibawa,"Soalnya, karma itu bukan cuma buruk. Meski bukan kita yang sukses, mudah-mudahan anak kita nanti. Kalo kita punya teman yang sukses, mudah-mudahan anak kita bisa dibantu sama teman kita."

Dalam hati gue,"Waw, jauh sekali pemikirannya." namun gue hanya menjawab,"Bener juga." Dan pada saat itu, di kamar, gue hanya ingin makan karena lapar. Menemukan nasi kotak yang disimpankan Mama. Kemudian mendapati sendok yang patah. Kombinasi yang salah.



Malam itu, akhirnya kenyang dan bisa tidur. Paginya, tentu saja menulis ini.

Comments

  1. Wah hari yang panjang ya. Muehehee. Lah itu kok tapi bisa gitu sih. Dosen yang belum masuk tuh maksudnya gimana? Tapi bisa udah akrab gitu. ._.

    ReplyDelete
  2. Asik nih acara ginian, jadi tambah semangat aku juga.
    Apalagi kamu, Mas ikut hadir langsung dan bisa ikut berkontribusi nulis juga. Keren! Semakin banyak kegiatan juga semakin banyak ide untuk dituliskan :)

    ReplyDelete
  3. Kupikur pas lihat judulnya tuh, Rumah Bunyi itu semacam tempat wisata gitu. Ya ampun maafkan. Ternyata tempat ngumpul ya.

    Seru banget deh acaranya. Semoga antologinya segera terbit ya.

    ReplyDelete
  4. wah, dulu emang aku juga palig semangat kalau datang di acara seminar kepenulisan dan semacamya macam ini. Mumpung masih muda dan belum menikah, memang harus maksimalkan diri untuk terlibat dalam acara acara begini Rahul. Semangattt yaaaa...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts