Resiko Mahasiswa Baru

Menjadi mahasiswa baru, berarti menjadi sasaran empuk beberapa senior. Sebelum melanjutkan cerita ini, gue sama sekali tidak bermaksud menyerang pihak manapun. Cerita ini hanya sebagai arsip dan juga sebuah pengalaman. Karena sesuatu yang seharusnya dianggap benar, tidak perlu ditakutkan saat dirinya ditelanjangi.

Cerita ini adalah sekuel dari cerita sebelumnya: Balada Mahasiswa Baru

Setelah libur hampir empat bulan, akhirnya gue resmi menjadi mahasiswa baru. Untuk itu. gue mengalami banyak perubahan selama hampir satu minggu menjadi mahasiswa baru. Salah satunya adalah lingkup pertemanan. Jumlah mahasiswa jurusan Sastra Indonesia UHO seharusnya adalah 96 mahasiswa, dibagi dua menjadi 48 mahasiswa dalam dua kelas. Ada kelas ganjil dan genap. Karena NIM belakang gue genap, gue jadi bagian dari kelas genap bersama 8 laki-laki lainnya. Kalian tidak salah baca, memang hanya begitu.

Susahnya menjadi mahasiswa baru adalah penyesuaian. Gue adalah tipe orang yang susah untuk akrab. Kenalan mungkin bisa, tapi akrab bisa jadi tidak. Dan beberapa orang yang benar klik adalah yang benar bisa nyambung atau nyaman. 80-90% mahasiswa dikelas gue adalah orang dari luar kota. Ada yang dari Raha, Wakatobi, sampai Konawe. Hal ini tentu saja memberi pengaruh dalam metode gue bergaul. Di SMA, gue bisa slengean kayak Wiro Sableng. Di Kampus, tentu saja tidak bisa.

FIB dipagi hari. Dingin dan sepi.
Sisi baiknya, gue dapat banyak teman baru. Meski kadang-kadang beberapa nama masih susah untuk dihapalkan. Teman laki-laki yang jumlahnya delapan juga asik-asik. Kami biasa duduk dibagian belakang untuk ngobrol, atau duduk dibagian depan untuk nyimak.

Beberapa hari setelah masuk, pertemuan dengan senior dilakukan. Pertemuan pertama terjadi pada tanggal 3 September. Menjadi pertemuan keduia kami setelah hari pembukaan. Juga, menjadi awal rambut-rambut para lelaki mendapat teguran. Seharusnya, ini bukan peringatan pertama. Dari awal penyambutan, kami juga sudah diperingatkan untuk memangkas rambut. Itulah yang gue lakukan setelah pulang dari kampus. Pertemuan pertama, kami kelas genap, harus keluar karena mata kuliah berikutnya akan masuk.

Tanggal 4 September, pertemuan kedua dilaksanakan. Bersama senior yang lebih banyak dan beragam. Saat pertama kali memasuki pintu, gue sudah dipersilahkan berdiri bersama teman laki-laki lainnya. Rambut yang sudah gue cukur dinilai masih terlalu panjang. Senior meminta beberapa alasan dari kami. Ada yang menjawab kecapekan dan tertidur, ada juga yang menjawab sudah cukur. Alasan gue tentu saja sama, sudah cukur. Dan sedikit menunduk agar gue tidak dinilai melawan.

Kemudian kami disuruh duduk. Mendengarkan beberapa hal dari senior yang menurut gue adalah bentuk dari hak senioritas yang mereka punya. Beberapa hal dibahas. Sampai ada senior yang membahas masalah etika senior dan junior di grup WhatsApp. Setelah itu, ada pertanyaan dari senior,"ada yang lapar?" Mayoritas mengangkat tangan.

Senior memberi solusi mengumpulkan uang untuk membeli roti. Juga ada inisiatif beberapa senior untuk memberi tambahan. Roti yang dibeli kemudian dibagikan. Satu orang mendapat satu buah roti dan satu gelas air minum.

"Angkatan kalian enak. Kami dulu tidak begini." kata salah satu senior.

Yang gue tangkap saat itu adalah, ada niat untuk memberlakukan sistem ospek kembali. Untuk hal mengumpulkan mahasiswa baru dalam rangka berkenalan, gue rasa itu adalah hal yang wajar. Namun, jika mulai seperti ini, ada yang tidak beres.

Gunting datang dari salah satu senior. Rambut yang ditegur, diratakan. Beberapa dari kami sempat bernegosiasi. Namun apalah daya kami, gunting tetap berjalan.

"Ikhlas atau tidak saya potong rambut kamu?" tanya seorang Senior yang memegang gunting.

"Ikhlas, Kak." kata gue.

Untungnya, gunting yang dipakai saat itu tidak mampu memotong rambut kami. Entah gunting itu yang tumpul atau rambut kami yang keras. Kami hanya diperingatkan untuk tidak lupa merapikan hari itu juga.

Senior angkatan 2014 dipersilahkan naik. Ia membagi dua kubu. Bukan antara kelas ganjil atau genap. Melainkan perempuan dan laki-laki. Suaranya lantang diudara. Sejelas dengan usianya di Universitas. Ia bertanya,"Apa itu Sastra?"

Kami diam. Hanya beberapa orang yang menjawab. Saat roti dan air minum datang, kami dipersilahkan untuk makan dan minum terlebih dahulu. Ada yang menolak karena sudah makan, ada juga yang karena puasa.

Apin, teman yang duduk disebelah gue ngobrol dengan salah satu senior. Senior bertanya tempat tinggalnya. Apin menjelaskan bahwa ia tinggal disalah satu tempat dimana ia juga bekerja. Apin memberi tahu senior itu,"Saya ikhlas rambut saya dipotong sekarang. Tapi harus benar-benar bagus. Saya tidak punya uang lagi untuk cukur dua kali."

Senior itu berkata,"Kalau senior ada yang cukur kau, nanti kamu cukur sama saya."

Jam 2.30 lewat kami keluar untuk masuk ke mata kuliah berikutnya. Perkenalan dan menyelesaikan kontrak mata kuliah. Saat pulang, gue singgah ke salah satu tempat favorit. Yang jaga teman gue, namanya Riki Febrianto. Orang-orang sering memanggil Riki, tapi sering gue panggil Febry.

"Eh, kenapa, Hul?" Febry bertanya.

Gue tidak menjawab. Ada seorang bapak-bapak usia 40 tahun lebih sedang dicukurnya. Febry bertanya."Masih panjang toh?"

Gue mengangguk.

"Apa sa bilang." katanya.

Saat cukur sebelumnya. Febry jugalah yang mencukur. Saat hendak memotong rambut gue lebih pendek, gue menyudahi. Ia bertanya, apakah tidak kepanjangan. Gue jawab tidak. Febry menggeleng melihat gue datang untuk kedua kalinya.

Setelah Bapak itu selesai, Febry mempersilahkan gue duduk. Ia mencukur pendek. Namun gue menyuruh agar ia lebih memperpendek. Rambut yang berjatuhan melambangkan air mata. Empat bulan lamanya gue memanjangkan rambut, kesal gue pada Febry.

Masih meratapi rambut.
Menjadi mahasiswa baru ternyata lebih miris ketimbang saat masih SMA. Senior yang gue gambarkan diatas tidak sehalus itu. Tapi juga tidak sekasar itu. Ada beberapa senior yang gue suka. Dan mencoba untuk suka dengan semua. Pada akhirnya, ini hanyalah senioritas. Walaupun tanpa kekerasan, mental junioritas tetaplah seperti itu. Hingga ia benar-benar jadi senior, dan mungkin mewariskan sikap seniornya.

Cerita selanjutnya: Pola Hidup Mahasiswa Baru.

Comments

  1. www.muhammmadalii.com salam kenal Kwan.

    ReplyDelete
  2. www.muhammadalii.com salam kenal Kwan

    ReplyDelete
  3. Ciyee yang udah jadi mahasiswa...
    selamat ya...
    semangat meniti ilmu untuk masa depan...

    ReplyDelete
  4. Wah UHO?! Jadi keinget tahun 2015 lalu aku pernah ke sana, alhamdulillah aku dikasi kesempatan buat ikut PIMNAS dan mempresentasikan hasil karyaku dan teman2 di sana. Sayang bukan di FIB. Dan sayang banget dulu aku seminggu di sana ga doyan makan, sampe hampir sakit dan ditinggal temen2 main ke pantai. Rasanya nyesel banget ga bisa main ke mana2 di sana, mentok2 cuma belanja oleh2 :" sebenernya komentarku nyambung gak ya wkwk. Anyway selamat ya udah jadi mahasiswa! Rasakan sensasinya hahahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nyambung kok Kak. Jangan kapok2 main kesini. Banyak makanan enak dan pantai yang keren.

      Makasih lho kak udah ditakut2in.. 😥

      Delete
  5. Emang gitu sih, dulu aku disaat masih sekolah, rasanya jadi mhs itu enak, tapi setelah merasakan, kok gini. Lebih baik jadi anak SMA..ha

    Kalo aku dulu masuk kuliah sih gk smpe d.potong gitu, bebas malah, asal rapih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aturan rambut ini sepertinya cuma sekali. Setelah itu bebas. Mudah2an begitu. 😊

      Delete
  6. Dibawa santai aja kayak gini mah. Ga usah difikirin, dijalanin aja. Tapi jangan semua hal yg dilakukan sama senior auto-di copy buat bekal lu saat aenior. Ambil yg baiknya aja.

    Gue sebelum kuliah aja udah sering rambut gue d acak" sama senior pake gunting. Beneran diacak", terus d suruh botak plontos gtu. Hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siap kak! Saran diterima!

      Pembuktian itu mah~

      Delete
  7. wkwk, welcome to the absurd world. semangat mas. salam kenal

    ReplyDelete
  8. semangat yaa... buat jadi anak mahasiswa baru

    ReplyDelete
  9. Masih ada ternyata yang semacam gitu. Selamat jadi mahasiswa ya. Kurang lengkap kalo ga gabung organisasi macam bem, karna disitulah kita bener-bener ketemu banyak kepribadian dan pemikiran.

    ReplyDelete
  10. ambil aisi baiknya saja ya, lebih enak

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts