Mematahkan Stigma Mandi Pagi di Hari Minggu

Adi, teman saya, sudah memberi ajakan untuk berenang. Tempat dan waktunya adalah di Koni pada hari Minggu. Kenapa Koni? Itu murah dan kenapa Minggu? Sesungguhnya itu adalah kesepakatan bersama. Sehingga, yang saya tahu, disepakatinya hari Minggu karena Senin sampai Sabtu kita masuk Kampus. Dan itulah, tanggal 11 November adalah tanggal yang cukup cantik. Saya dibangunkan untuk segera bersiap. Mandi kemudian sarapan perkedel KFC sisa kemarin.

Kebetulan saya bawa motor dan searah dengan rumah Aping, jadi itu yang membuat saya menyinggahinya untuk pergi bersama. Dijalan, Aping bercerita bahwa tadi malam, ia menghadiri rapat himpunan mahasiswa dari kampungnya. Kemudian, saat hampir melewati Taman Kota, jalan dialihkan untuk kami kemudian berbelok. Lalu mengambil beberapa jalan tikus untuk sampai kejalan raya kembali. 

Sesampainya di Koni, kami langsung ke parkiran. Padahal, kata Aping, didepan gerbang ada Adi yang sedang nunggu. Saya membuka hape, lalu mengirimkan pesan untuk Adi. Itulah yang membuat ia datang berjalan kaki dengan celana pendek dan jaket abu-abu yang ia tenteng ditangan kirinya. Sembari menunggu Iyar, Ridwan datang. 

Kami masih diparkiran ketika dari atas terdengar sebuah panggilan. Dan ternyata, itu adalah Iyar. Dia turun bersama Arjun dan Danil yang datang. Kami mengumpulkan uang untuk tiket masuk. Untuk usia kami, biasa masuk adalah 7 ribu dan 2 ribu untuk parkir. Kami masuk dan memilih tempat diujung kolam yang disana, cahaya matahari tidak terlalu panas.



Sembari membuka baju, Adi menghubungi Fandy mau datang. Kemudian, saya mengirimkan Fandy lokasi lewat Google Maps sebelum menyimpan hape didalam tas. Yang lain sudah siap mandi setelah awalnya malu-malu. Padahal, yang seharusnya malu adalah saya yang belum pandai berenang. Jadi, ketika yang lain sudah melompat bebas di kolam tiga meter, saya masih bisa tenggelam kolam anak-anak. 

Disana, Ridwan dengan sok jago memberi saya teori untuk berenang, "Gampang ji berenang, lah." (Gampang kok berenang) Kemudian ia memberi beberapa gaya berenang diudara bak seorang pelatih.

"Kau saja ko nda tau berenang," gumam saya. (Kau saja tidak tau berenang)

Lalu kami naik. Danil sudah menjemput Fandy yang ada diluar sebelum kami ngumpul uang untuk beli gorengan. Tidak bisa dipungkiri, Mie dan Gorengan adalah penyelamat kami selama jadi mahasiswa. Meski tidak ngekos, beberapa kali disaat jam nanggung untuk pulang saya dan kawan-kawan nebeng di kosan teman untuk makan dan istirahat. Jadi, dengan segala hormat, saya dan kawan-kawan, apalagi yang ngekos, mengucapkan terima kasih untuk Mie dan Gorengan.


Fandy sudah siap bersama yang lain untuk turun. Beberapa kali, sempat saya nyoba untuk ke kolam tiga meter. Tapi selalu naik kembali karena takut tenggelam. Akhirnya, saya dan Ridwan harus pasrah berdua di kolam dua meter. Itu sedada saya. Dan cukup tinggilah untuk belajar-belajar renang.

Entah karena kasian atau apa, yang lain menepi ke kolam dua meter bersama kami. Waktu itu, Ridwan sedang ngobrol dengan seorang Bapak-Bapak. Dari pembicaraannya, mereka sepertinya ngobrol masalah berenang dan tempat tinggal. Sempat saya curiga tentang Bapak-Bapak itu. Apalagi, durasi ngobrolnya bersama Ridwan cukup lama. Hanya, itu kami biarkan, karena Ridwan juga memberi kami banyak kekesalan. Dimulai dari ia mengatakan anak kosan makan kacang sebiji bisa kenyang. Dan Arjun, dengan emosi yang cepat naik, berkata: "Ih, coba kasih kos ini anak. Jangan kasih uang satu hari." Kami semua ketawa. Itu lebih kepada ekspresi Arjun yang lucu. Pokoknya, Ridwan itu punya argumen yang lucu dan kadang-kadang imajinatif. Makanya, jika ngobrol dengan dia, kami sudah tahu dan tidak mengambil pusing. Seringkali, ketika ia berbicata, saya nahan ketawa dengan Iyar dibelakang. Namun Arjun, yah, bukan dia kalau tidak emosi.

Sementera kami semua turun, Danil hanya duduk. Sebenarnya, ia mau turun. Namun itu ia urungkan ketika harus membuka baju. Danil adalah salah satu mahasiswa yang alim. Sholat lima waktu ia laksanakan. Dan untuk itu, ia memilih untuk tidak mandi. Katanya, itu mengumbar aurat. Saya pikir, ini cuma masalah niat. Danil tidak berubah pikiran. Ia naik keatas tribun untuk menyaksikan kami berenang. Kecewa dengan Danil yang tidak turun adalah satu dari yang lain, dimana Marwan saat itu juga tidak bisa hadir. Awalnya, dari WhatsApp tidak bisa dihubungi. Lalu, aktif dan mengabari bahwa ia ada acara. Kami pikir itu cuma alasan yang ia buat.

Di kolam, kami saling adu tahan napas. Lalu, Aping, Fandy, dan Adi yang adu renang. Sampai salto antara Aping dan Fandy. Semuanya seru. Mengingat kebiasaan kami di Sekret hanyalah makan gorengan dan diskusi. Kelas berenang hari itu adalah sekaligus refreshing untuk kami.

Dan setelahnya, kami naik ke atas tribun bersama Danil. Itu lebih karena kami sudah lelah berenang. Padahal, saya masih mampu jika sekedar berendam. Kemudian, dengan masih bertelanjang dada, Arjun memanggil seorang perempuan untuk moto. Sempat terjadi insiden panjang dimana Adi dan Danil malu untuk berfoto. Namun Arjun menarik Adi sementara saya menarik Danil. Itulah dimana badan kami yang bagus diabadikan.



Selesai foto, kami turun untuk bilas dan ganti pakaiaan. Sebelum pulang, kami naik lagi ke tribun. Tujuannya untuk foto, karena, pada saat tadi, berfoto dengan telanjang dada, adalah opsi kedua untuk mengunggah di sosial media. Harus ada opsi lain dimana kami terlihat keren dan berpakaian. Kami tidak ingin memberi orang pemikiran untuk mengasihani kami karena tidak mempunyai pakaian.




Setelah foto, yang dilakukan oleh anak kecil, kami turun. Lalu bersiap untuk pulang. Saya bersama Aping. Ridwan dan Iyar sendiri karena yang lain tidak membawa helm. Membonceng mereka sama saja menyerahkan diri ke polisi. Apalagi, minggu itu adalah masa operasi zebra. Saat melewati Adi, Arjun, Danil, dan Fandy, saya membunyikan klakson dan mengangkat tangan dengan tujuan pulang duluan. Mereka menyahut dari belakang.

Tanpa banyak obrolan, motor melewati jalan demi jalan. Lampu merah hanya kami dapati ketika melewati SMAN 4 Kendari. Kemudian, kami dengan beruntung mendapat lampu hijau untuk terus bergerak. Aping saya turunkan tepat didepan tempat proyeknya. Kami bersalaman sebelum saya kembali memacu motor untuk pulang. Dan itulah dia, hari Minggu yang dimana kami mampu mematahkan stigma "Tidak Mandi di Hari Libur". Lalu dengan demikian, Minggu kami tidak semonoton biasanya. Menjadi sebuah cerita yang benar-benar mampu membawa saya pada satu titik untuk kembali merasakan pertemanan yang solid. 

Comments

Post a Comment

Popular Posts