Rumah Oma, Reuni, dan Hampir Mati

Sebuah rencana pada Sabtu sore tanggal 24 November membawa saya kembali ke Rumah Oma. Itu adalah Rumah Oma Aryo, teman SMA saya. Tempat bolos dan nongkrong kami pas SMA. Tiap Jumat, biasanya kami kesana sebelum salat Jumat. Setelah salat Jumat, kami tetap disana sampai bel pulang untuk kami ngambil tas atau memang sudah membuang tas lewat pagar belakang.

Kenapa saya bisa sebandel itu? Perlu saya jelaskan bahwa waktu itu, adalah hal yang kami anggap biasa. Mengingat, guru yang masuk saat jam setelah salat Jumat jarang hadir. Itu bisa kami lihat ada tidaknya mobil di parkiran. Mungkin, kami tetap melakukan kesalahan dan biarlah itu jadi bagian dari masa lalu. Mudah-mudahan jadi acuan agar tidak lagi begitu.

Waktu itu, langit lumayan mendung. November benar-benar membuat hari-hari saya cukup was-was. Permasalahannya, jarak rumah ke Kampus lumayan jauh. Dan untuk kesana, saya biasanya memakai motor. Untung-untung, saya masih bisa memakai jas hujan. Bagaimana, dalam suatu keadaan dan situasi saya terjebak hujan dan lupa membawa jas hujan. Saya rasa tidak perlu banyak mengeluh, banyak teman saya yang lebih sulit jika berhadapan dengan situasi seperti itu. 

Saat itu, Kelas Menulis tidak dilaksanakan karena satu dan lain hal. Untunglah, jadi saya tidak perlu bolos untuk kelas itu. Karena saya merasa bahwa itu adalah mata kuliah saya diluar Kampus. Jam 3 lewat, saya sudah berada di Rumah Oma untuk kumpul. Itu tidak jauh dari rumah saya, hanya sekitar beberapa ratus meter keluar dari jalan raya. Disana, sudah ada Aryo dan Inggrit. Kami nunggu yang lain, yaitu Vian yang baru datang setelahnya. Memeluk dengan rasa geli. Rencananya, kami akan mandi di sebuah tempat bernama Wonua Monapa yang biasa disingkat WM. Kami ngobrol banyak, terutama waktu Vian memancing cerita saat seorang Ibu memarahi kami di rumah belakang. Waktu itu, lupa hari apa, kami bolos tapi bukan di Rumah Oma, tapi di rumah belakang. Masih bagian dari rumah Aryo. Kami banyak, kira-kira hampir 15 orang. Namun beberapa pergi ke tempat lain setelahnya. Disana, kami main hape dengan beberapa yang lain bermain game Mobile Legends atau Free Fire. Dan saat itu, kami nunggu apel selesai, agar kami bisa masuk tanpa harus menghadapi penokaan. Saat masih menunggu, seorang Ibu mengintip dari jendela dan bertanya kepada Aryo,"Apa korang bikin disitu?" (Yang artinya: Apa kalian buat disitu?)

Aryo menjawab,"Tidak adaji." (Tidak ada)

"Kenapa korang nda sekolah?" tanya Ibu itu lagi. (Kenapa kalian tidak ke sekolah?)

"Sebentar," jawab Aryo, cuek.

Lalu terjadi adu mulut yang kolot. Kami hanya diam, membiarkan Aryo saja yang mengurus mengingat Ibu itu masih bagian dari tetangganya. Kata Aryo, Ibu itu memang banyak urusan kepadanya. Kata Ibu itu, ia akan melaporkan kami ke guru kami. Dan kata Aryo, itu lebih karena Ibu itu sudah panas dan jengkel kepada Aryo

Rumah Oma, 24 November

Dan begitulah, banyak cerita kami di Rumah Oma saat SMA. Tidak hanya itu. Namun, saya rasa, itu adalah hal yang perlu saya ceritakan agar bisa berdamai dengan masa lalu saya dan memperkenalkan bagaimana saya tumbuh di SMA sebagai seorang remaja. Namun, jika ditanya, apakah saya menyesal dengan itu, saya masih tidak bisa menjawab menyesal. Ada banyak keraguan untuk pertanyaan yang menyangkut itu. Apalagi, saat itu masih belum lewat terlalu jauh. Jika ingin menyesal, saya hanya ingin menyesal tidak memanfaatkan waktu dan mulai rindu untuk masa-masa SMA.

Kemudian, saat masih asik cerita-cerita, Dea datang dengan motor. Lalu Ika yang akan naik bersama Dea. Kami bisa saja jalan saat itu, namun kami masih nunggu Irma. Soalnya, kami masih nunggu dia ganti pakaian. Setelah datang, dengan helm yang ia pegang, kami berangkat. Seharusnya, banyak saat itu yang harusnya pergi. Namun, entah kenapa, setiap rencana, hanya menjadi wacana diawal dan diakhiri dengan menjadi sider di grup WhatsApp. (Silent Reader).

Saat itu, kami hanya bertujuh. Saya menggonceng Irma, yang dimana saat itu seharusnya adalah Vian. Saya berhenti di Bank agar Irma bisa narik uang. Kemudian, Dea dan Ika yang sudah ngisi bensin datang. Bersama Aryo yang bersama Inggrit, dan Vian yang sendiri. Kami berbelok karena ingin lewat jalan belakang. Saat sudah melewati Hollywood Square, perjanjian agar tidak ngebut dilanggar oleh semua. Karena tidak tahu jalan, saya coba ngebut ngejar mereka. Itu sesudah melewati Progrill (dulu dikenal dengan nama: Pronto), didepan Karaoke Inul Vista, karena dibagian kiri sudah ditutup dua mobil, saya mengambil bagian kanan yang agak kosong. Saya mencoba melewati mobil Nissan, kemudian saya tidak begitu melihat ada sebuah motor yang mencoba belok kanan. Saya mencoba menarik rem sekuat mungkin dan berbelok ke kiri untuk menghindar. Namun sudah tidak bisa, kami terjatuh. Membuat beberapa orang yang disana berteriak dan mencoba membantu. Sedetik setelah saya jatuh, hanya bayangan hitam yang saya lihat beberapa detik. Kemudian, didepan, bagian jalan saya melihat jam tangan Irma yang sudah putus. Lalu, seorang laki-laki mencoba membantu mengangkat motor saya. Ia kaget pas tahu motor saya gasnya lengket dan buru-buru dicabutnya kunci.

Saya melihat Irma sudah menepi dipinggir jalan dengan ketakutan. Saya bertanya apakah ia tidak apa-apa, meski saya tahu pasti ia kaget dan syok. Saya juga begitu. Apalagi, saya melihat motor saya mengeluarkan bensin setelah diangkat dan ditepikan. Saya baru sadar, yang didepan saya ternyata seorang Bapak dan Ibu yang saya ketahui berikutnya adalah ojek yang mengantar Ibu itu untuk bekerja di rumah makan tepat di depan kami. Saya merasa takut. Takut untuk semua. Saya mencoba kembali meyakinkan Irma apakah tidak apa-apa. Celana kiri saya robek sedikit. Untungnya, saya memakai jaket jeans yang bisa melindungi saya. Dan kata Irma, ia benar-benar bersyukur saat itu tidak ada mobil atau truk yang sedang lewat. Saya beli air minum untuk Irma, takut ia syok dan jatuh sakit.

Sekarang, saya harus berurusan dengan Ibu itu. Karena saat setelahnya Bapak itu bilang tidak apa-apa dan menyuruh saya untuk lanjut. Yang membuat saya takut, adalah ketika orang-orang sudah mengerumuni saya dan meminta penjelasan. Dari penjelasan Bapak Tukang Ojek itu, katanya ia berjalan pelan dan sudah menyalakan lampu sein dari jauh. Saya bisa menerima kalau ia memang berjalan pelan. Tapi untuk sein, saya tidak begitu terima setelah mengingat tidak pernah melihat lampu seinnya menyala. Namun, saya tidak banyak bicara. Dalam hal ini, saya dalam posisi yang tidak baik untuk bicara. Saya hanya bisa akting kesakitan agar tidak diperpanjang. Hanya itu yang ada dipikiran saya. Saya sudah meminta maaf kepada Bapak itu dua kali, dan Ibu itu tiga kali. Namun, seorang ketua karyawan menanyakan mau jalur damai atau bagaimana. Saya mengatakan, jelas ingin berdamai saja.

"Namun, kamu harus tanggung jawab. Ibu itu datang kesini untuk kerja dan sekarang kena musibah," katanya.

"Betul juga," kata saya dalam hati.

Setelah sepakat dengan Irma, kami patungan 50-50 untuk ngasih Ibu itu uang urut. Awalnya, kami ingin ngasih 50 ribu saja, namun saya rasa itu terlalu sedikit, saya tambah saja 50 ribu. Saya nyuruh Irma untuk nelepon Aryo kembali, berhubung ia tahu banyak soal motor. Saya masih parno dengan bensin yang keluar tadi meski motor saya masih bisa nyala.

Setelah datang, Aryo menggerutu karena kebodohan saya. Ternyata, sebuah pipa kecil yang saya anggap putus adalah saluran pembuangan, katanya. Aryo menjelaskan bahwa bensin yang keluar saat jatuh adalah memang karena motor yang dimiringkan. Saya hanya tersenyum. Selain karena biar memastikan motor baik-baik saja, saya juga masih butuh mereka karena tidak tahu jalan. Irma tahu, namun masih meragukan.

Kami kembali berjalan, meninggalkan tempat perkara itu. Irma kemudian cerita, bahwa itu mungkin karma karena bilang ke Neneknya mau ke rumah teman. Mereka semua ketawa, saat saya mencoba menceritakan insiden itu. Saya benar-benar tidak tahu harus merespon apa. Untungnya, masalah itu tidak diperpanjang. Kami sampai kemudian. Lalu mandi.

Wonua Monapa, 24 November
Disela-sela mandi, kami banyak gangguin orang yang sedang pacaran di kolam. Itu karena kami menghindari adanya perbuatan zina, bukan karena sirik. Itu beda. Selanjutnya, saya dan Aryo masih berenang sebelum Vian menyerah karena badannya mulai tidak enak. Kami makan Ubi Goreng yang dipesan Irma, kemudian masih lanjut mandi sebelum bilas dan pulang.

Diperjalanan pulang, kami terjebak macet oleh sebuah pesta pernikahan orang yang lumayan besar. Saya rasa itu syuting Crazy Rich Asians 2. Katanya ngundang artis, yang saya tahu Judika. Kami tidak ada pikiran untuk singgah nonton atau makan. Kami tetap lanjut. Aryo berbelok untuk pergi ke Bengkel Buaya bersama Inggrit. Kayaknya, pergi ke Ayahnya. Kami tetap berjalan pulang. Posisinya, Vian sendiri didepan, saya dan Irma ditengah, lalu Dea dan Ika dibelakang. Saya jadi ingat salah satu adegan. Ehm.

Lalu, Dea, Irma, dan Ika turun di Kebi, itu adalah tempat dipinggir jalan. Banyak makanan dan penjual. Saya dan Vian pamit pulang. Kemudian, di rumah saya, Vian nelpon dosennya karena bermasalah dan terancam tidak ikut final. Setelah Vian pulang, karena saya dan teman lorong (Kios Ummi) mau makan malam di sebuah warung Mie Instan di depan Rumah Sakit Santa Anna. Lalu, malam itu kenyang. Disebuah story WhatsApp Irma besok siang, ia foto tangannya yang memar. Saya balas,"Lukanya mi saya." Kemudian, kami lanjut chattingan dan saling sepakat untuk melupakan kejadian itu.


Comments

  1. Saya kira, reuni yang dimaksud adalah reuni 212 hiyahiya

    ReplyDelete
  2. Wah kamu dari Indonesia timur ya bro, memang pengalaman waktu SMA sangat menyenangkan apalagi bolos kelas tadi haha. Oh y saran aja nih bro kalau bisa tiap paragraf jangan panjang" cukup 2-3 kalimat saja tiap paragraf biar enak dibaca. Oke kan.

    ReplyDelete
  3. Bahagia sekali ketika melihat template baru dari blog ini dan lebih bahagia lagi ketika disambut gambar snoopy dkk. sebagai headernya. Hehe. Saya bukan pembaca rutin blog ini, kadang berkunjung kalau ada waktu senggang tetapi melihat perkembangan blog ini, sungguh luar biasa, teman! Saya berharap kita bisa saling mengisi di blog satu sama lain, atau mungkin kamu harus benar-benar mengisi di blog saya! Pertimbangkan. :)

    ReplyDelete
  4. Wkkwkw mengganggu orang yang pacaran.. mantap mantap.... Suka dgn keberanian sperti ini..

    ReplyDelete
  5. Mas Rahul hari Jumat sekolahnya sampai jam berapa? :D

    Saya jadi ingat jaman sekolah, setiap hari Jumat selalu semangat, karena satu-satunya hari di mana bisa pulang jam 11 hehehehehe. Ohya, saya rasa normal pada usia sekolah pernah kabur nggak belajar :)) Asal nggak sering-sering hahaha. Dulu saya punya sahabat yang hobinya kabur jam sekolah, pakai acara manjat pagar pula, padahal pagar sekolah lumayan tinggi ~ herannya meski dia hobi loncat pagar, dia termasuk anak berprestasi :""

    By the way itu bagaimana ceritanya ganggu orang pacaran di tempat pemandian? Hahahaha. Diciprat air, kah? Atau bagaimana? :)))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Awal masuk SMA itu pulang sebelum Jumat. Pas full day baru pulang jam 3. Hari Jumat dibiarkan keluar sekolah untuk salat Jumat.

      Ha ha ha, iya. Hanya pelajaran kosong dan beberapa pelajaran yang memang tidak saya sukai. Ukurannya bukan dari sikapnya. Saya juga sering lihat anak bandel dan nakal, tapi prestasinya bagus.

      Ha ha ha, ganggunya cuma diomong-omongin saja. Tidak sampai orangnta dengar juga 😅

      Delete

Post a Comment

Popular Posts